Jakarta, Gatra.com - Pemerintah berencana menerbitkan izin impor gula kristal mentah semester II sebanyak 1,25 juta ton. Namun rencana itu ditentang kalangan anggota DPR karena dinila dapat mengancam keberlangsungan produksi gula lokal.
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijana mengatakan harga gula mentah atau raw sugar lebih murah dibandingkan gula kristal putih, yang menjadi konsumsi rumah tangga. Jika impor gula mentah dilakukan itu sama saja mengancam industri gula lokal.
"Raw sugar dan gula rafinasi ini kan murah, murah sekali. Tetapi ingin masuk ke pasar konsumen, untuk konsumsi, dan ini berdampak pada gula berbasis tebu yang sulit bersaing, menjadi jomplang. Gula rafinasi murah, gula berbasis tebu tinggi, di pasar gak laku. ini yang terjadi," kata Azam di kompleks Parlemen DPR, Jakarta, Rabu (17/7).
Azam meminta pemerintah jangan memudahkan kebijakan impor gula mentah. Meski impor tidak melarang, n Namun jika dilakukan tanpa pertimbangan dan situasi yang memadai, maka impor itu sama saja dengan melanggar aturan.
"Walaupun ada aturan yang membatasi itu, tetapi di Indonesia ini bisa akrobat macam-macam, berbeda di lapangan. Izin itu bisa lepas saja. Apalagi yang punya kepentingan memasukan raw sugar yang marginnya luar biasa," ungkapnya.
Azam mengungkapkan bahwa dengan kebijakan impor tersebut, sama saja dengan mengancam keberadaan para petani karena bisa kehilangan pekerjaan akibat tebu yang ditanam tak laku dijual atau harga turun.
"Di belakang ada jutaan petani, jutaan petani. Kepala daerah juga sudah meminta kepada DPR, jangan sampai petani ini kehilangan pekerjaan, yang sudah ratusan tahun menanam tebu menjadi tidak kerja. Nah ini yang kita tidak mau," imbuhnya.