Pekanbaru, Gatra.com - Empat terdakwa dugaan korupsi kredit fiktif Bank Riau-Kepulauan Riau (BRK) cabang pembantu Dalu-Dalu, Kabupaten Rokan Hulu menjalani sidang perdana Senin (15/7). Mereka didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp32,4 miliar.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, dipimpin hakim Saut Maruli Tua Pasaribu.
Dalam dakwaannya, Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Riau, DR Afrilliana Purba, menyebutkan, para terdakwa secara bersama-sama memperkaya diri sendiri hingga mengakibatkan kerugian negara hingga puluhan miliar.
"Perbuatan terdakwa telah merugikan negara cq pemerintah daerah provinsi Riau cq Bank Riau Kepulauan Riau sebesar Rp32.479.977.987," kata Afrilliana.
Empat terdakwa tadi antara lain Ardinol Amir (mantan Kepala BRK Capem Dalu-Dalu) dan tiga bawahannya Zaiful Yusri, Syafrizal dan Heri Aulia.
Aprilliana mengatakan, kerugian tersebut diketahui berdasarkan Berita Acara Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Riau pada 2018 lalu.
Sidang perdana itu berjalan terpisah. Para terdakwa mendengar dakwaan silih berganti. Dimulai dari Ardinol Amri dan ketiga bawahannya. Namun, peran ketiga terdakwa hampir serupa yakni menerbitkan kredit fiktif secara berkesinambungan sejak tahun 2010-2014.
Para terdakwa disebut jaksa telah memanfaatkan posisi dan jabatan untuk membuat kredit palsu dengan memanfaatkan data kreditur tidak sebagaimana mestinya.
Pencairan kredit dilakukan secara bertahap dengan besaran berbeda tiap tahunnya hingga kerugian negara yang ditimbulkan cukup besar.
Dalam perkara ini, jaksa juga menjerat para terdakwa dengan pasal berlapis.
Ketiganya dijerat Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke–1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Perbuatan terdakwa terjadi dalam rentang waktu 2010 hingga 2014. Dimana kredit berupa kredit umum perorangan itu dicairkan sekitar Rp43 miliar kepada 110 orang debitur. Umumnya para debitur itu hanya dipakai nama dengan meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Sejumlah debitur ada yang dijanjikan plasma atau pola kerjasama dalam pembangunan kebun kelapa sawit. Hal itu dilakukan karena ada hubungan baik antara debitur dengan Kacapem BRK Dalu-dalu saat itu.
Kenyataanya, para debitur tidak menerima pencairan kredit. Mereka hanya menerima sekitar Rp100 ribu hingga Rp500 ribu karena telah meminjamkan KTP dan KK guna pencairan kredit. Kuat dugaan ada oknum BRK yang menggunakan nama para debitur untuk pengajuan kredit.
"Saat pihak bank melakukan penagihan, baru diketahui bahwa sebagian besar debitur tidak pernah mengajukan dan menerima pencairan kredit. Kerugian negara mencapai Rp32 miliar, yang sejauh ini diketahui belum ada pengembalian kerugian negara," katanya.