Semarang, Gatra.com - Kota Semarang memiliki 177 kelurahan yang dicanangkan sebagai kampung tematik. Keberadaan kampung tematik yang sudah berjalan dua tahun itu digadang-gadang mampu memberdayakan masyarakat. Namun yang terjadi kampung itu terkesan mati suri.
Akademisi dari Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Fibriyani Nur Aliya, menyatakan bahwa mati surinya kampung tematik diakibatkan salah penamaan.
Hal itu berdasar kajian penelitiannya terkait kampung tematik di Semarang. Bahwa Pemerintah Kota Semarang kurang memperhatikan tiga aspek dalam membentuk kampung menjadi khas. "Idealnya program pemerintah by research dan kolaborasi dengan akademisi. Kampung tematik sedari awal tidak sesuai dengan potensi daerah tersebut," kata dosen ilmu komunikasi Udinus Semarang, saat Dialog Interaktif Kampung Tematik di Udinus Semarang, Selasa (16/7).
Dalam penelitiannya pada Oktober 2018, dia mencontohkan salah satu kampung tematik yang mati suri ada di Kelurahan Tanjung Emas Semarang, yang bernama Kampung Hidroponik. "Padahal, itu daerah panas, dekat laut, butuh air bersih untuk sarapan tanaman hidroponik, sehingga tidak cocok," katanya.
Saat ini kampung tersebut telah diubah sesuai dengan potensi warganya, yakni sebagai nelayan, dinamai Kampung Bahari.
Selain kesalahan nama, aspek promosi juga kurang. Penggunaan media sosial sebagai media promosi tidak dilakukan. Jika ada pun kurang dimaksimalkan.
"Mereka punya akun Instagram, Facebook, Twitter, tapi tidak maksimal. Digital marketing penting, antara konten dan caption harus bisa berinteraksi dengan follower, foto-foto harus menarik mengambil sudut enggel kampung tersebut," ujarnya.
Meski demikian, ada juga kampung tematik yang berhasil. Dalam penelitiannya, ia mencontohkan Kampung Tematik Jajanan yang ada di Kelurahan Gajahmungkur Semarang.
"Kampung Jajanan Gajahmungkur berhasil, warganya memahami dan meyakini jajanan pasar, misal sudah tahu jenis jajan pasar, sistem promosi, koordinasi, dan produksi. Ada juga tokoh masyarakat yang berpengaruh untuk menggerakan," katanya.
Bersama rekan dosen sepenelitiannya, Devi Purnamasari, hasil penelitian itu akan dibawa ke pemerintah Kota Semarang. Sebagai bahan kajian masukan bagi program kampung tematik pada tahun depan.
Hasil penelitian itu juga pernah dipaparkan pada forum Konferensi Asian Business and Economic International di Korea pada 25-29 April lalu. Penelitian itu dinyatakan sebagai prototipe place branding kampung tematik bagi negara lain.