Sebagai makanan pokok, beras memiliki nilai strategis. Pemerintah akan menjaga stok beras sekaligus mengelola gejolak harga karena sangat sensitif. Dalam ekonomi Indonesia, kenaikan harga beras sedikit saja bisa menambah jumlah orang miskin.
GATRAreview.com - Berdasarkan data FAO, Indonesia sebenarnya merupakan produsen beras terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Tapi produksi beras Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Jumlah penduduk semakin besar, sekitar 265 juta orang pada 2018. Impor adalah jalan tercepat dan mudah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus untuk mengendalikan harga.
Data BPS menyebutkan, dari tahun 2000 sampai saat ini Indonesia selalu impor beras. Impor terbesar terjadi 2011 yang mencapai 2,75 juta ton. Pertimbangan untuk impor atau tidak ditentukan dalam sebuah rapat melibatkan banyak menteri. Misalnya pada 2018, melalui rapat yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa jika stok Bulog di bawah 1 juta ton dan kenaikan harga beras di dalam negeri di atas 10% maka Indonesia harus impor. Kenyataannya, Indonesia impor hingga 2,2 juta ton pads 2018. Indonesia mengimpor beras dari beberapa negara antara lain Vietnam, Thailand, China, India, Pakistan, Amerika Serikat, Taiwan, Singapura, Myanmar, dan lainnya. Impor terbesar dari dari Vietnam.
Keputusan apakan perlu impor atau tidak seringkali menjadi bahan perdebatan antar kementerian khususnya Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian. Ada perbedaan kepentingan antara keduanya. Kementerian Pertanian cenderung berpihak kepada petani, sehingga berusaha mengimpor sesedikit mungkin agar harga jual beras di petani tidak terlalu tertekan. Sedangkan Menteri Perdagangan cenderung menekan harga beras agar lebih terjangkau konsumen.
Namun berdasar prinsip yang ada, impor seharusnya hanya dilakukan jika memang diperlukan. Jika produksi dalam negeri cukup, mengapa harus impor? Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Budi Waseso (Buwas) yakin pada 2019 Indonesia tidak perlu impor beras, bahkan bisa ekspor. Stok Bulog hingga akhir tahun ini tak akan kurang dari 3 juta ton. "Saya yakin sampai akhir 2019 kita tidak perlu lagi impor beras," ujar Buwas saat memperingati HUT Bulog ke-52 di Jakarta (27/4/2019). Bulog memiliki target serapan gabah petani (Sergap) Januari hingga Desember 2019 sebesar 1,8 juta ton.
Niat ini tidak hanya menjadi tugas Bulog tapi juga keterlibatan banyak kementerian, khususnya Kementerian Pertanian yang bertugas membuka lahan padi baru dan meningkatkan produktivitas per hektarnya. Kementerian Pertanian antara lain sedang menyulap lahan rawa menjadi sawah yang sudah dilaksanakan di beberapa daerah.
Ketagihan Kedelai Amerika
Bangsa Indonesia yang terkenal dengan tempe dan tahu hingga kini tak bisa memenuhi kebutuhan akan kedelai. Para tokoh masyarakat sering berkampanye tentang kandungan protein yang besar pada tempe dan tahu.Tapi pasokan kedelai dari dalam negeri jauh tertinggal dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat yang semakin ketagihan makan tahu tempe. Jalan termudah untuk menutup kekurangan kedelai adalah dengan impor. Apalagi kedelai impor pasokannya lancar dan relatif murah. Impor kedelai paling banyak dari Amerika. Selebihnya dari Kanada, Tiongkok, Malaysia, Argentina, Uruguay, Ethiopia, dan lainnya.
Indonesia terpaksa impor kedelai, karena pasokan lokal yang tidak memadai. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda perluasan lahan kedelai di dalam negeri. Berdasarkan data Departemen Pertanian AS (USDA), pada periode Oktober 2018 - Oktober 2019, produksi kedelai Indonesia diprediksi pada kisaran 520 ribu ton, relatif sama dengan periode sebelumnya. Konsumsi kedelai mencapai 3,07 juta ton yang 95% diantaranya untuk pangan. Dengan demikian, Indonesia harus impor kedelai 2,75 juta ton. The US Soybean Export Council (USSEC), menyebutkan 92 persen kedelai yang diimpor Indonesia dari Amerika dipakai untuk membuat tempe..
Kementerian Pertanian Indonesia, berusaha meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dengan berbagai cara. Antara lain dengan memperluas lahan kedelai. Sebagai gambaran, 4 tahun terakhir luas panen kedelai maksimal 680.000 hektar. Target produksi 2019 adalah 2,8 juta ton. Indonesia butuh sekitar 2,5 juta hektar tambahan luas tanam untuk mencapai swasembada kedelai. Tugas berat menanti.
Rihad Wiranto