Jakarta, Gatra.com - Di masa kepemimpinan Putra Mahkota Muhammad Bin Salman (MBS), Arab Saudi lebih terbuka terhadap budaya Barat dengan mengimpor berbagai hiburan yang sebelumnya tak pernah ada di sana.
Ilmuwan dan Filsuf asal Turki, Prof Alparslan Acikgence, mengkhawatirkan hal itu akan berdampak negatif terhadap negara-negara berpenduduk mayoritas muslim lain yang menjadikan Arab Saudi sebagai rujukan.
Sebab, menurut Arparslan, sebuah budaya tidak berdiri sendiri. Ia memiliki nilai dan kerangka pemikiran yang mengiringinya.
"(Ini) fenomena bahaya, muslim di seluruh dunia harus bersiap. Ini akan berpengaruh ke negara-negara muslim, karena kita menjadikan Arab Saudi contoh dalam pembelajaran bahasa Arab," kata Prof Alparslan kepada Gatra.com, setelah mengisi kuliah umum di Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (15/7).
"Ketika kamu mengambil sesuatu terlebih bahasa dari Arab, dan hendak memisahkannya dari nilai yang ada lalu mengadopsinya ke nilaimu sendirimu, konsep dan nilai akan ikut. Awalnya kamu tidak menyadari tapi ia akan mengikuti," ujar profesor lulusan University of Chicago ini.
Persoalannya, menurut Alparslan, terdapat degradasi nilai keislaman dalam pengembangan bahasa Arab di era kontemporer yang dikembangkan oleh ilmuwan beragama Islam, tapi tidak punya latar belakang dan pemahaman keilmuan Islam.
Alparslan menyebut, hal itu akhirnya berdampak terhadap kondisi masyarakat secara umum. Menurut Arab Barometer seperti dilansir BBC, 18% masyarakat Arab sudah tidak merasa menjadi pribadi yang religius.
"Fenomena ini sangat buruk, saya takut survey ini benar. Karena setelah abad ke-19, tradisi keilmuan Islam melemah cukup besar, ini fenomena di dunia Arab. Mereka yang terbiasa dengan sains modern awalnya adalah ilmuwan Kristen Arab, lalu ilmuwan muslim mengadopsi sains modern tanpa latar belakang ilmu keislaman yang kuat, berbeda dengan dahulu di mana kerangka berpikir Islam masih menjadi landasan," papar Alparslan yang merupakan mantan Presiden dari Asian Philosophical Association.
Ilmuwan hari ini yang oleh Alparslan disebut sangat modern dan materialistik, menghancurkan tradisi intelektual Islam dan Arab yang sejatinya setali tiga uang sehingga tidak boleh dipisahkan.
Menurut Alparslan, mengadopsi suatu budaya tidak bisa tidak diikuti nilai yang ada dan berkembang di sekitarnya. Ia pasti akan ikut ibarat mengambil barang dari lumpur, maka lumpur itu akan ikut mengotori tangan.
Tantangan bagi ilmuwan muslim hari ini, menurut Alparslan, ialah memahami terminologi-terminologi Islam klasik dan mengembangkannya.
"Perkembangan sains kontemporer terlalu pesat tak bisa kita kejar. Ulama harus kreatif dalam menangkap fenomenologi dari perspektif Islam sehingga bisa mengembangkan terminologi sendiri," kata Alparslan.