Jakarta, Gatra.com - Koordinator aksi teatrikal dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (KMSA), Wana Alamsyah menjelaskan, aksi yang direncanakan pihaknya bertujuan untuk mendesak penegak hukum untuk mengungkapkan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Namun, aksi yang rencananya digelar siang tadi justru batal karena masalah perizinan dengan pihak kepolisian.
Aksi teatrikal yang mengangkat tema "Kasus Novel Baswedan Kepada Polisi Tidur", dikatakan Wana, sebagai rasa khawatir terhadap Polri dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) jika tak mengumumkan hasil investigasi. Wana menjelaskan, pihaknya sudah terlanjur pesimis terhadap kerja yang dilakukan kepolisian.
"Seharusnya selama dua tahun kasus Novel ditangani, itu harusnya menemukan titik terang atau tersangka. Coba bandingkan dengan kasus Pulo Mas yang hanya 19 jam, polisi dapat menangkap pelakunya. Kenapa di kasus Novel ini lebih lambat ditangkapnya," papar Wana saat ditemui di kawasan Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/7).
Wana menambahkan, aksi tersebut juga sebagai alarm peringatan kepada para penegak hukum agar serius menegakkan hukum terhadap kasus intimidasi yang terjadi pada aktivis antikorupsi.
"Karena kami menganggap ketika ini tidak diselesaikan, maka akan jadi preseden buruk ke depan. Dari data yang dikumpulkan ada 91 kasus ancaman tindak pidana atau intimidasi yang terjadi dan dialami aktivis antikorupsi yang mana pada saat bersamaan sedang melaporkan kasus-kasus korupsi," kata Wana.
Wana menjelaskan, belum ada rencana aksi lanjutan selepas batalnya aksi teatrikal ini. Namun yang pasti, pihaknya bakal terus mengawal bahkan mendesak Polri hingga Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Karena Novel yang bekerja di institusi pemerintahan diintimidasi. Kemudian kalau kita ingat, pimpinan KPK juga pernah diintimidasi dan teror bom. Dengan adanya indikasi semacam itu, negara harus hadir dalam menuntaskan kasus yang dialami pejabat negara," jelasnya.
Sebagai informasi, gerakan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi terdiri dari beberapa lembaga, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International Indonesia serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Koalisi ini secara konsisten terus mengawal kasus penyerangan terhadal Novel Baswedan.