Depok, Gatra.com - Magot (larva) dari lalat hitam BSF (Black Soldier Fly) ternyata memiliki banyak manfaat dalam pengolahan sampah rumah tangga. Hasil olahannya dapat dimanfaatkan sebagai kompos, sedangkan larvanya sebagai pakan ikan dan ternak.
Chief Executive Officer (CEO) Biomagg Sinergi Internasional, Aminudi mengungkapkan bahwa pihaknya yakin lalat BSF memiliki keunggulan dibandingkan lalat jenis lainnya dalam pengolahan sampah.
Pertama, BSF adalah serangga yang paling cepat mengurai sampah organik. Kedua, BSF dapat mengurangi kadar bau pada sampah. Ketiga, memiliki asam amino dan protein yang tinggi.
"Apa manfaatnya, pertama jauh lebih sehat dan kedua lebih cepat panen," ujarnya.
Kemudian, Ia menambahkan bahwa BSF habitat alaminya berada di daerah beriklim tropis dan banyak ditemukan di pinggiran perkotaan. "Untuk mendapatkannya, kita memancing dari alam atau membeli dari peternak BSF yang sudah ada kemudian kita budidayakan," jelasnya.
Supaya lalat yang datang hanya dari jenis BSF, Aminudi menyarankan bahan dan media yang digunakan adalah yg terfermentasi seperti buah, sayuran, nasi, dan lainnya.
Menurutnya, magot dari BSF mampu mengolah sampah menjadi kompos yang jumlah sebesar 10% dari bobot sampah keseluruhan.
Business Advisor AWINA Group, yang merupakan induk dari Biomagg Sinergi Internasional, Dr Ichsan menjelaskan bahwa daur hidup BSF berlangsung selama 44 hari. Siklusnya dimulai dari telur, larva, prepupa, pupa, hingga menjadi lalat yang kemudian kawin dan bertelur. "Magot [larva] yang dipanen berumur dua minggu," sambungnya.
Manager Riset dan Lapangan Biomagg Sinergi Internasional, Muhammad Faqih mengungkapkan bahwa hasil olahan lalat BSF aman bagi kesehatan.
"BSF bukanlah pembawa vektor penyakit. Ketika hinggap, dia tidak menggigit," ujarnya. Memang kalau dilihat, ukuran lalat BSF lebih besar dari lalat lainnya.
Kemudian, Ia mengungkapkan bahwa telur BSF akan menetas dalam waktu 3 hari. Setelah 7 hari dibiakkan di bak kecil, kemudian larva dipindahkan ke bak berukuran besar.
"Larva yang dihasilkan dari 10 gram telur bisa makan 100-120 kg sampah organik. Dia makan sampah jadi besar. Jadi putih besar. Di sinilah, bisa digunakan sebagai pakan," tuturnya.
Peneliti Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Melta Rini menegaskan bahwa secara morfologi larva BSF (magot) berbeda dengan belatung.
Menurutnya, BSF dengan lalat biasa (house fly) secara morfokogi dan bentuknya berbeda. "Untuk famili stratomidae dari kelompok hermetia [BSF] ini kita mengindonesiakannya bukan belatung tapi magot," ujarnya.
Fase hidup antara keduanya berbeda. Fase larva lalat biasa lebih pendek daripada fase terbangnya (imago), sedangkan BSF fase larvanya yang lebih panjang.
Menurutnya, belatung tidak dapat mendegradasi sampah layaknya magot karena memiliki enzim pencernaan yang berbeda. "Dari telur ke lalat 44 hari. Tapi kita pakai untuk mendegradasi sampah cukup 9-10 hari. Prepupa dan pupa nggak dihitung untuk fase degradasi," terangnya.