Jakarta, Gatra.com – Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Eva Kusuma Sundari mengatakan, mengawinkan anak di usia anak-anak sama dengan menciptakan neraka dunia bagi mereka. Meski pernikahan tersebut dilatarbelakangi oleh kehamilan yang tidak diinginkan, pernikahan itu dapat dikatakan sebagai hukuman bagi si anak.
“Saat orang tua memutuskan untuk menikahkan anak, itu merupakan hukuman bagi bagi anak. Harusnya itu tidak boleh. Itu sama saja bikin neraka dunia bagi anak-anak,” kata Eva saat ditemui di Balai Kartini, Kuningan, Jakarta, Senin (15/7).
Baca Juga: Pangkas Angka Perkawinan Anak, Ini Strategi KPPA
Saat anak-anak hamil di luar nikah, orang tua akan cenderung menikahkan dia dengan pasangannya, untuk menghindari dampak sosial yang diberikan oleh orang-orang di lingkungan mereka. Padahal menurut Eva, yang seharusnya menerima hukuman sosial adalah orang tua si anak dan orang-orang di sekitar mereka. Hal itu dikarenakan mereka tidak mampu mendidik anak tersebut dengan benar, sehingga mampu mengenal dunia bebas dan berakhir dengan kehamilan di luar nikah.
Sejalan dengan Eva, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen KPPA), Leny Nurhayanti Rosalin menjelaskan mengenai apa saja yang menyebabkan neraka bagi anak-anak yang menikah di usia dini. Pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan hal-hal lain, seperti ancaman KDRT dan identitas anak adalah hal yang nyata menjadi dampak perkawinan anak.
Pada pendidikan, seorang anak akan terancan drop out saat ia dikawinkan. Hal itu dikarenakan tidak adanya sekolah yang mau menerima anak-anak yang sudah menikah. Dari sisi kesehatan, angka kematian ibu yang mana masih berusia di bawah 18 tahun dan bayi masih tinggi. Tidak hanya itu, anak yang lahir dari anak-anak juga rentan terkena gizi buruk.
Baca Juga: Pentingnya Revisi Batas Usia Minimum Perkawinan Anak
Untuk segi ekonomi, anak-anak yang menikah dini cenderung hidup miskin, karena kurangnya pendidikan yang dapat dia tempuh. Sehingga menyebabkan si anak hanya mampu bekerja serabutan dengan upah minim.
“Karena dia harus kerja, maka muncul istilah pekerja anak. Karena dia dari lulusan SD atau SMP, dia akan dapat gaji rendah, low skill, low pengalaman. Belum lagi, karena masih sama-sama muda. Dampak perkawinannya adalah KDRT, anak yang dilahirkan malu, tidak dilaporkan, tidak punya akta,” jelas Leny.