Chicago, Gatra.com - Otoritas gereja di Amerika Serikat menggalang aksi solidaritas untuk imigran. Hal tersebut menyusul kebijakan pemerintah untuk merazia para imigran di beberapa wilayah AS. Jika kedapatan imigran yang dianggal ilegal, mereka akan ditangkap.
Dilansir dari laman AP News, kabar tersebut membuat komunitas imigran khawatir dan merasa terancam dengan adanya operasi penyisiran tersebut. Untuk itu pihak gereja melalui para pemuka agama menyerukan kepada imigran agar tetap tenang. Otoritas gereja berjanji akan membantu kaum imigran termasuk soal bantuan hukum.
Beberapa gereja di Houston dan Los Angeles menawarkan perlindungan kepada imigran yang takut ditangkap. Sementara di Miami, aktivis membagikan selebaran di luar gereja untuk membantu imigran mengetahui hak-haknya jika terjadi penangkapan.
"Kita hidup di masa dimana undang-undang dapat mengizinkan pemerintah melakukan hal-hal tertentu, tetapi itu tidak selalu membuatnya benar," kata pendeta John Celichowski dari Paroki St. Clare de Montefalco di Chicago. Diketahui hampir 90 persen dari 1000 jemaat di gereja tersebut adalah keturunan Hispanik, yang sebagian besarnya kaum imigran.
Kabar mengenai razia imigran itu membuat sejumlah gereja pada Minggu pagi (14/6) sepi jemaat. Mereka diduga tidak keluar rumah lantaran takut ditangkap pihak keimigrasian.
Seperti yang terjadi di Gereja St Clare de Montefalco. Misa minggu pagi di gereja itu hanya dihadiri sedikit jemaat. Kemudian beberapa gereja di Chicago juga melaporkan kehadiran jemaat yang menurun.
Meski demikian, seorang imigran asal Honduras, Doris Aguirre tetap menjalankan ibadah seperti biasa. Ia mengaku pasrah jika ditangkap dan dideportasi. Aguirre sendiri telah menerima surat deportasi tingkat akhir dari keimigrasian.
Aguirre menegaskan akan terus memperjuangkan kasusnya dan keluarganya yang saat ini memiliki status kewarganegaraan ganda. Suaminya adalah warga negara AS yang dinaturalisasi dari Meksiko. Putranya yang lahir di Honduras, memiliki perlindungan dari deportasi berkat program kaum muda yang digagas mantan Presiden AS Barrack Obama. Sementara putrinya saat ini berusia 17 tahun, lahir di AS.
"Aku seharusnya tidak membiarkan (kebijakan) itu menghentikanku, melakukan apa yang biasanya kulakukan. Saya masih harus menjalani hidup. Kami sekeluarga tidak ingin membiarkan semua rumor dan berita itu sampai kepada kami," katanya.
Pada minggu pagi usai misa, gereja-gereja mulai menyusun strategi untuk perlindungan terhadap para imigran. Kardinal Blase Cupich, uskup agung Chicago, menulis sepucuk surat kepada para imam di Keuskupan Agung bulan ini dengan mengatakan, "Ancaman tindakan penegakan imigran dimaksudkan untuk meneror masyarakat."
Ia mendesak para imam di Keuskupan Agung yang melayani lebih dari 2 juta umat Katolik, untuk tidak membiarkan pejabat imigrasi masuk ke gereja tanpa surat perintah.
Pendeta Robert Stearns, dari Living Water di Houston, mengorganisasi 25 gereja di kota tersebut untuk menyediakan ruang bagi setiap keluarga yang ingin mencari perlindungan. Beberapa gereja di Los Angeles juga menyatakan tempat ibadah mereka sebagai tempat suci.
Imigrasi Federal AS memerintahkan petugasnya untuk menangkap imigran ilegal. Mereka menargetkan menangkap 2.000 orang yang telah diberikan surat pemberitahuan deportasi tingkat akhir. Target tersebut menyasar imigran di 10 kota besar di AS, termasuk Chicago, Los Angeles, New York dan Miami.
Ancaman deportasi massal itu telah membuat komunitas imigran di AS berada di ujung tanduk, sejak Trump menyerukan deportasi terhadap jutaan orang yang diklaim tinggal ilegal di negara tersebut. Trump pertama kali mengumumkan penyisiran bulan lalu, kemudian kebijakan itu ditunda guna memberikan kesempatan kepada anggota parlemen menyelesaikan beberapa persoalan terkait imigran.