Jakarta, Gatra.com - KPK menjadwalkan pemeriksaan adik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, Muhajidin Nur Hasyim. Selain itu, seorang dari pihak swasta bernama Lamidi Jimat ikut diperiksa.
Muhajidin dimintai keterangan soal sejumlah penerimaan gratifikasi Anggota DPR Komisi VI Bowo Sidik Pangarso. Dua orang ini dijadwalkan untuk dimintai keterangan untuk tersangka staf PT Inersia, Indung (IND).
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IND (Indung)," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (15/7).
Sebelumnya, adik Nazaruddin lainnya, Muhammad Nasir diperiksa dalam kasus ini. Anggota komisi VII DPR ini menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 1 Juli 2019 lalu.
Terkait pemeriksaan Nasir saat itu, Febri mengatakan bahwa penyidik antirasuah mendalami pengetahuannya pergilah sumber gratifikasi yang diterima oleh Bowo Sidik.
Nazaruddin sendiri sudah pernah dijadwalkan diperiksa pada 9 Juli 2019 lalu di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. Namun terpidana kasus informasinya yang bersangkutan berhalangan karena sakit.
Dalam kasus ini KPK mengendus adanya sejumlah penerimaan gratifikasi oleh Bowo Sidik. Indikasinya ada empat sumber yang diterima oleh Politikus Golkar itu. Pertama, dugaan pengaturan tentang Permendag Gula Kristal Rafinasi. Lalu kedua, terkait dengan penganggaran, khususnya DAK. Ketiga, terkait posisi seseorang di salah satu BUMN. Dan keempat, terkait revitalisasi pasar di Minahasa Selatan.
Sementara perkara utamanya, KPK menduga Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti (AWI). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK, agar kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Dalam kesepakatan Bowo meminta jatah senilai US$ 2 per metrik ton.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.