Bandung, Gatra.com- Persoalan sampah mustahil dapat diselesaikan bilamana tidak ada upaya mengubah perilaku. Keluarga beserta generasi penerus memiliki andil besar untuk menjaga dan melestarikan lingkungan guna mengatasi permasalahan itu di kemudian hari.
Upaya tersebut tampak dalam kegiatan kemah keluarga bertajuk "Haneut Moyan" di Hutan Pinus Rahong Pangalengan, Kabupaten Bandung, pada Sabtu (13/7) dan Minggu (14/7). Dalam kegiatan ini sejumlah anak-anak beserta para orang tuanya diberikan edukasi tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Pada kegiatan yang digagas Anak Kali Citarum Foundation ini diikuti sekitar 550 peserta anggota komunitas dari berbagai kabupaten kota di Indonesia. "Target acara ini adalah bagaimana memberikan edukasi terhadap anak anak sebagai generasi penerus, agar menjadi manusia yang benar-benar bisa menjaga alamnya," ujar Sesepuh Anak Kali Citarum Dedi Barnadi, di lokasi Minggu (14/7).
Baca juga: Glamping Kaliurang, Kemah Nyaman di Kaki Merapi
Dedi menilai, persoalan sampah adalah persoalan perilaku. Karena itu, perubahan perilaku masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan ini. Maka pada kegiatan ini para peserta juga tidak boleh membawa makanan dan minuman berkemasan sekali pakai.
"Para peserta juga kita wajibkan membawa buku sebagai syarat mengikuti kegiatan ini. Nah, buku hasil donasi tersebut dibagikan kepada anak-anak sekolah di sekitar lokasi," katanya.
Dedi mencontohkan, dampak pengelolaan sampah yang buruk pun mengakibatkan paus sperma di Wakatobi, Sulawesi Tenggara mati terdampar pada November 2018 lalu. Di mana hampir 6 kilogram sampah plastik, termasuk gelas plastik, sandal jepit dan tali rafia, bersarang di dalam tubuh paus sperma tersebut. "Sampah telah menjadi sebuah persoalan yang mendapat sorotan beberapa waktu terakhir," ucapnya.
Baca juga: Sensasi Kemah Mewah di Bukit Menoreh
Nah anak-anak yang mengikuti kegiatan ini, dia sampaikan, diberikan sertifikat duta lingkungan. Dengan harapan edukasi terkait pentingnya menjaga lingkungan ini kelak dapat disebarluaskan.
"Mereka diharapkan bisa menyebarluaskan pengalamannya, termasuk berbagi kebaikan soal lingkungan yang didapat dari kegiatan Kemah Keluarga Haneut Moyan," katanya.
Diketahui, Haneut Moyan merupakan kalimat bahasa Sunda yang berarti waktu antara pukul 07.00-08.00 pagi. Di mana waktu paling ideal untuk mulai beraktivitas setelah istirahat semalaman. Pada kegiatan ini juga disokong oleh penampilan musisi peduli lingkungan, seperti Karinceut (karinding), Huni Band, Rumah Mimpi, Somalia Project, Seni Tradisional Buncis, Artis Cilik Cangcimen, Motekar Voice, Abah Diki, dan Alunan Semesta.
Baca juga: Kemah Wisata Akan Segera Digelar di Simeulue
Tidak hanya penampilan musisi, seluruh peserta juga mengikuti diskusi lingkungan yang membahas persoalan sampah di Indonesia bersama narasumber yang juga aktivis lingkungan Dadang Sudarja.
Sementara itu, salah satu musisi peduli lingkungan sekaligus ketua Anak Kali Citarum Foundation Budi Cilok berharap semua unsur yang terlibat dalam kegiatan ini dapat menularkan pentingnya menjaga lingkungan. Baik itu kepada teman-temanya maupun pada masyarakat luas.
"Minimal kita memberikan contoh kepada anak dan keluarga kita untuk tidak membuang sampah sembarangan," ujar Budi Cilok.
Pada kesempatan ini, Budi Cilok membawakan beberapa lagu bertema lingkungan dan dilanjutkan dengan melepas burung dan menebar ikan oleh anak-anak. "Sehingga para peserta andil secara langsung untuk memperbaiki ekosistem lingkungan tempat acara," pungkasnya.