Home Gaya Hidup Sejarah Singkat Teh Nikmat Di Indonesia

Sejarah Singkat Teh Nikmat Di Indonesia

Bandung, Gatra.com - Apa itu teh? Menurut Tea Master Oza Sudewo, segala sesuatu yang diseduh berubah warna dan berubah rasa, bisa disebut teh.

"Sebenarnya ada dua pengertian, ada pengertian secara umum dan khusus. Pengertian secara khususnya adalah camellia sinensis," katanya Sabtu (13/7) sore.

Camellia sinensis adalah tanaman yang pucuk dan daunya digunakan untuk membuat teh. Dalam sejarahnya, Oza menceritakan, tanaman teh ini berasal dari Cina dan Jepang.

Baca juga: Ingin Teh Enak, Begini Teknik Menyeduhnya

Dalam acara Menikmati Teh Sore, Oza menjelaskan sejarah teh secara singkat. Dia mengatakan, lewat jalur perdagangan, kesohoran teh sampai hingga Eropa. Ketika Eropa melakukan pelayaran global untuk mencari sumber yang biasanya mereka dapat dari distributor. Mereka pun memonopoli Cina dan Jepang, sebagai satu-satunya negara penghasil teh.

Pada masa itu, saking berharganya tanaman teh, Kaisar Cina sampai menitahkan untuk membiarkan teh kualitas terbaik yang boleh keluar. Tapi tidak dengan bibitnya.

Oza menjelaskan, ketika itu VOC lah yang melakukan perdagangan skala besar. Mereka kemudian mulai melakukan uji coba penanaman teh di negara kolonial, Indonesia.

Baca juga: Teh Indonesia, Minuman Rumahan yang Belum Sepopuler Kopi

Tahun 1700 uji coba tersebut dilakukan di daerah Purwakarta. Tidak disangka, pohon teh berhasil tumbuh. Sehingga penanaman teh pun akhirnya meluas sampai Bandung.

Pada tahun 1835, warga Eropa mulai mengenal teh Indonesia. Setelah VOC mengirimkan teh Indonesia ke pasar Eropa. "Tahun 1920 adalah masa keemasan teh nusantara. Di tahun yang sama juga, Bandung dilahirkan sebagai tempat untuk berfoya-foya Meneer Belanda," ucap Oza.

Selain menceritakan sejarah teh, Oza juga mengajak peserta Menikmati Teh Sore untuk mengenali berbagai jenis teh. Mulai dari bentuk, aroma hingga rasanya. Dia juga memberikan tips dan trik menyeduh teh supaya menghasilkan aroma dan rasa yang nikmat.


Reporter: Mega Dwi Anggraeni

Editor: Birny BIrdieni