Jakarta, Gatra.com - Dalam sidang sengketa Pileg 2019, Ali Lubis selaku kuasa hukum menggugat hasil suara di Bangka Belitung yang dianggap merugikan Partai besutan Prabowo ini. Gerindra merasa hasil yang ditetapkan KPU berbeda dengan form C1 yang diajukannya.
Dalam proses sidang yang berlangsung, Ali pun membeberkan isi permohonannya.
Dikatakan, perbedaan perolehan suara antara yang data C1 yang dimiliki oleh pemohon dan hasil rekapitulasi dari termohon, terjadi disetiap wilayah daerah pemilihan Kepulauan Bangka Belitung.
“Bahwa perbedaan perolehan suara tersebut jelas telah merugikan pemohon dan caleg lainnya serta partai politik karena terdapat selisih yang cukup banyak yaitu sebesar 8.397 suara,” katanya.
Ali mengatakan Gerindra seharusnya menerima suara 83.550 suara. Sedangkan pleno KPU justru memutuskan Gerindra hanya memperoleh 75.153 suara.
Nah, ketika mengungkapkan nada protesnya, Hakim MK Arief Hidayat justru meragukan tanda tangan kuasa hukum pemohon. Kecurigaan itu berawal saat Arief melihat tanda tangan di surat kuasa yang diterima hakim.
"Sebelumnya bro, saudara ada rekomendasi dari pimpinan partai?" kata Arief di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (12/7).
Ali langsung menjawab bahwa dirinya telah menerima rekomendasi dari Gerindra. Arief langsung menimpali jawaban Ali dan mempersoalkan tanda tangan tersebut.
"Ini ya, ini bukan tanda tangan basah, tapi kayaknya difoto copy, ditempelkan ini. Yang asli mana ini? Ini kelihatan sekali tanda tangannya tempelan ini, tapi yang bisa untuk menentukan itu memang Ditreskrim (polri), " Arief.
"Saya khawatir bahwa sebetulnya tidak ada rekomendasi dari pimpinan partai. Konflik internal antar partai itu harus direstui dari pimpinan partai," tambahnya.
Ali lalu menjelaskan bahwa dirinya mengajukan gugatan antar partai dan bukan perorangan. Berkas bertanda tangan yang dipersoalkan hakim itu, lanjut Ali, merupakan fotocopy.
"Yang asli kebetulan tidak saya bawa, ini fotocopy. Yang asli kalau diperlukan nanti akan kita bawa (susulkan)," kata Ali.