Jakarta, Gatra.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Anti Kekerasan (KontraS) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara, hanya bermain-main mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pasalnya, Gubernur Sultra, Ali Mazi sebelumnya sempat mengatakan kepada publik bahwa pada 14 Maret 2019, pihaknya mencabut dan menghentikan seluruh izin pertambangan yang berada di Pulau Wawonii.
Namun, dari 16 izin tambang Wawonii, ternyata hanya 9 di antaranya yang dicabut izin tambangnya. Ali Mazi hanya mencabut izin tambang yang memang sudah habis masa berlakunya.
Diketahui, ada 6 izin lainnya hanya dibekukan sementara, tanpa mengikuti format penghentian sementara yang sah dan diatur Undang-Undang.
"Ada 6 izin yang telah dibekukan akan beroperasi lagi dan sudah mulai kembali masuk ke Wawonii," ujar Ketua Kampanya JATAM, Melky Nahar saat ditemui di Kantor KontraS, Jakarta, Jumat (12/7).
Salah satu perusahaan tambang yang kembali beroperasi adalah PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Diketahui IUP dari perusahaan ini telah dicabut oleh Pemprov setempat, tetapi aktivitas tambang oleh perusahaan tersebut rencananya akan dilanjutkan.
Sebab, tampak alat berat yang didatangkan oleh PT GKP ke wilayah lahan milik warga setempat di Wawonii.
Menyikapi itu, KontraS dan JATAM meminta Kapolri untuk memerintahkan Kapolda agar mengevaluasi terhadap anggotanya yang melakukan backing terhadap pertambangan ilegal, khususnya di Pulau Wawonii.
"Kami meminta Kapolda Sultra dan Kapolres Konawe Kepulauan untuk menarik mundur semua aparat Kepolisian diberbagai level yang terlibat dalam mendukung operasi tambang yang tidak sah dan melanggar hukum ini," ujar Melky.
Sembilan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah dicabut di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara adalah PT Hasta Karya Megacipta, PT Cipta Puri Sejahtera, PT Investa Kreasi Abadi, PT Natanya Mitra Energi, PT Derawan Berjaya Mining, PT Pasir Berjaya Mining, PT Cipta Puji Sejahtera, dan PT Kharisma Kreasi Abadi.