Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin getol dalam membongkar korupsi yang menjerat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung, Supriyono. Jumat (12/7), hari ini, KPK melakukan pemeriksaan terhadap 11 sakis di Kantor BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur, Sidoarjo.
Salah satu yang diperiksa adalah Komisaris Bank Jatim, Budi Setiawan. Budi pernah menjabat kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa Timur.
"Para saksi berasal dari unsur mantan pejabat Bappeda Provinsi Jawa Timur dan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Tulungagung," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (12/7).
Selain Budi, 10 nama saksi yang diperiksa lembaga pemburu koruptor adalah anggota DPRD Kabupaten Tulungagung seperti Joko Tri Asmoro, Choirur Rochim, Tutut Sholihah, Riyanah, Lilik Herlin, Wiwik Tri Asmoro W, Imam Sapingi, Nurhamim, Imam Sukamto, dan Agung Darmanto.
Tujuan pemeriksaan ini. lanjut Febri, yaitu mendalami aspek pengurusan anggaran terkait dengan pokok perkara yang sedang di sidik. "Termasuk diantaranya sumber anggaran Kab Tulungagung yang berasal dari Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur," tambahnya.
Dalam kasus ini KPK menetapkan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung, Supriyono sebagai tersangka dugaan korupsi terkait dengan pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan/atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015 2018.
KPK menduga Supriyono menerima uang setidak-tidaknya sebesar Rp4,88 Miliar selama periode 2015-2018 dari Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo. Uang tersebut diduga berasal dari Syahri Mulyo, dan kawan-kawan sebagai syarat pengesahan APBD dan APBD Perubahan.
Ini merupakan pengembangan perkara dari kasus suap Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung TA 2018. Syahri sendiri telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. Ia terbukti menerima suap dari sejumlah pengusaha di Tulungagung. Dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp700 juta.
Berdasarkan fakta persidangan adanya uang yang diberikan kepada Supriyono untuk biaya unduh anggaran Bantuan Provinsi dan praktek uang mahar untuk mendapatkan anggaran baik DAU, DAK, maupun Banprov.
Sejumlah penerimaan dari Supriyono antara lain yakni penerimaan fee proyek APBD Murni dan APBD Perubahan dengan total Rp2 miliar. Selama empat tahun berturut dari 2014 hingga 2017 sebesar Rp5 juta setiap tahunnya.
Kemudian KPK juga menduga ada penerimaan Rp750 juta untuk memperlancar proses pembahasan APBD, mempermudah pencairan DAK, dan Bantuan Keuangan Provinsi sebesar sejak 2014-2018.
Selain itu Supriyono juga diduga menerima fee proyek di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2017 sebesar Rp1 miliar.
Atas perbuatannya Supriyono diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.