Jakarta, Gatra.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mendesak pemerintah untuk mencabut dan membatalkan semua perizinan pertambangan dan perizinan pelabuhan angkut bahan tambang di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara.
Pasalnya, salah satu perusahaan tambang yang akan beraktivitas kembali di sana merupakan perusahaan yang telah dibekukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Pemerintah Sultra.
"Pembekuan IUP ini atas pertimbangan sebelumnya, yaitu pada UU 27 Tahun 2007 tentang Perlindungan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau (PWPPPK)," ujar Kepala Kampanye Jatam, Melky Nahar, saat konferensi pers di Kantor KontraS, Jakarta, Jumat (12/7).
Melky mengkhawatirkan akan terjadi konflik lebih besar terkait permasalahan lahan tambang. Sejak awal, masyarakat setempat sudah menolak jika lahan mereka dijadikan sebagai aktivitas tambang.
Pada 9 Juli 2019 misalnya, warga Kelurahan Roko-roko, Wawonii, yang didominasi oleh kelompok ibu-ibu melakukan penghadangan alat berat yang akan mulai menggusur lahan warga.
Diduga alat berat tersebut adalah milik PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang menerobos paksa lahan warga dengan dikawal oleh aparat kepolisian.
"Kami khawatir tensi konflik antara masyarakat penolak tambang dengan perusahaan tambang makin memanas," ujar Melky.
KontraS dan Jatam sepakat bahwa operasi pertambangan di atas pulau kecil tersebut merupakan pelanggaran hukum atas Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Di mana tidak menempatkan pertambangan sebagai pilihan pembangunan di wilayah dengan daya dukung dan ekosistem yang khas seperti di pulau kecil tersebut.