Samosir, Gatra.com - Pegiat masyarakat adat dan lingkungan hidup, Butet Manurung punya jawaban tersendiri saat ditanya pendapatnya tentang kerusakan Kawasan Danau Toba. Peraih Ramon Magsaysay 2014 ini, mengatasi masalah kerusakan di Kawasan Danau Toba salah satunya dengan pendekatan budaya.
Ditemui pada acara pembukaan Festival Literasi Nusantara Danau Toba (FLNDT), Butet mengaku kurang memahami situasi Danau Toba secara detail. Karena lebih fokus pada masyarakat adat. Sejauh ini, lanjutnya, Sokola Rimba sudah ada 16 cabang. Tujuannya untuk menguatkan masyarakat adat. "Kita ini semua masyarakat adat, tapi tak ada lagi hutan adatnya," jelasnya.
Baca Juga: Catatan Unik Riri Riza Saat Syuting ''Sokola Rimba''
Butet hadir dalam acara yang digelar oleh salah satu penerbit buku nasional bersama Pemprov Sumut dan Pemkab Samosir dan sejumlah komunitas literasi, termasuk dari Yayasan Alusi Tao Toba di Desa Tomok Parsaoran, Kecamatan Simanindo, Samosir, Sumatera Utara, Kamis (11/7/2019).
Butet Manurung, mendapat sejumlah penghargaan atas dedikasinya mendampingi dan mendirikan sokola rimba, terutama bagi Suku Anak Dalam pedalaman Jambi. Sejumlah penghargaan yang ia terima antara lain, Manusia dan Biosfer Awards oleh LIPI (2001). Women of Letters versi Majalah Times (2004). Young Global Leader Forum Ekonomi Dunia (2009). Social Entrepreuner of The Year dari Ernst Young (2012). Terakhir ia meraih Ramon Magsaysay (Nobel Asia) (2014).
Baca Juga: Tekad Kuat di Hutan Lebat
Perkembangan masyarakat adat di Indonesia saat ini menurut Butet sudah lebih baik. Karena sudah ada pengakuan dari pemerintah. "Sudah lebih baik, apalagi MK sudah mengakui status mereka," katanya.
Reporter: Jones