Jakarta, Gatra.com- Jalani pemeriksaan, Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir serahkan sejumlah dokumen terkait dengan Dana Alokasi Khusus Kabupaten Meranti. "Saya sudah menyerahkan dokumen yang diperlukan, DAK itu ya," ujar Irwan usai diperiksa di Gedung KPK, Kamis (11/7).
Hari ini Irwan diperiksa terkait kasus korupsi Anggota DPR Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso. Ia dihadirkan untuk tersangka Staf PT Inersia, Indung.
Politikus dari Partai Amanat Nasional itu mengaku tidak mengetahui soal pengusulan DAK tersebut. Dalihnya bahwa pengusulan tersebut terjadi saat dia sedang tidak menjabat sebagai Kepala Daerah. Prosesnya terjadi saat dirinya berkampanye agar terpilih kembali.
"Saya nggak tau waktu itu sih saya sedang tidak menjabat Bupati, jadi waktu itu saya sudah habis masa jabatan, saya lagi kampanye," terangnya.
Baca juga: KPK Dalami Pembahasan Permendag Gula Rafinasi di Komisi VI DPR Terkait Kasus Bowo
Sebelumnya Febri Diansyah mengatakan bahwa ada dugaan penerimaan lain dari Bowo Sidik, salah satunya terkait penganggaran, khususnya Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kepulauan Meranti.
Dalam kasus ini KPK mengendus adanya sejumlah penerimaan gratifikasi oleh Bowo Sidik. Indikasinya ada empat sumber yang diterima oleh Politikus Golkar itu. Pertama, dugaan pengaturan tentang Permendag Gula Kristal Rafinasi. Lalu kedua, terkait dengan penganggaran, khususnya DAK. Ketiga, terkait posisi seseorang di salah satu BUMN. Dan keempat, terkait revitalisasi pasar di Minahasa Selatan.
Sementara perkara utamanya, KPK menduga Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti (AWI). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
Baca juga: Bowo Sidik Bersaksi dalam Sidang Perkara Penyuapnya
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK, agar kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Dalam kesepakatan Bowo meminta jatah senilai US$ 2 per metrik ton.
Dalam operasi, Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke 84 kardus di kantor PT Inersia, perusahaan milik Bowo Sidik Pangarso. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Namun setelah dihitung KPK, uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar. Baca juga: KPK Dalami Pembahasan Permendag Gula Rafinasi di Komisi VI DPR Terkait Kasus Bowo
Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar inilah yang diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan-penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.