Jakarta, Gatra.com - Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, volume impor gandum mengalami tren kenaikan selama lima tahun terakhir dengan rata-rata kenaikan sebesar 11,56% per tahun. Pada tahun 2014, volume impor gandum sebesar 7,63 juta ton dengan nilai sebesar US$ 2,46 miliar. Lalu pada tahun 2018, volume tersebut naik menjadi 10,16 juta ton dengan nilai sebesar US$ 2,59 miliar.
Sementara itu, konsumsi terigu dari gandum berkembang dengan cepat. Menurut data dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), konsumsi terigu hanya sekitar 0,43 kg/kapita/tahun pada tanun 1966. Kemudian, konsumsi terus meningkat hingga mencapai 23 kg/kapita/tahun pada tahun 2017.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Fadjry Djufry mengungkapkan bahwa pihaknya melalui Balai Besar (BB) Pascapanen, telah menghasilkan tepung ubikayu, sagu, dan tepung lainnya dengan melakukan modifikasi fisk, kimia, atau biologis agar tepung yang dihasilkan bisa setara terigu karakteristiknya.
“Starter mikrobiologis telah dihasilkan dan dikembangkan oleh BB Libang Pascapanen untuk memperbaiki karakteristik tepung lokal,” ujarnya kepada Gatra.com Senin (8/7).
Baca juga: Sagu, Ketahanan Pangan, dan Kearifan Lokal
Djufry mengungkapkan berdasarkan hasil riset tepung singkong mampu mensubstitusi tepung terigu dalam berbagai produk seperti roti-rotian sebesar 10% hingga 20%, mie basah dan mie instan 10-30%, cookies 75-100%, cake 50%, dan lapis legit 75-100%.
“Pasca panen tak henti-hentinya melakukan sosialisasi membuat cake dari bahan substitusi cita rasanya tidak jauh berbeda,” ungkapnya.
Djufry menambahkan peluang pengembangan segmentasi produk non-gluten juga menjadi peluang untuk mengangkat pangan lokal sebagai bahan baku pensubstitusi gangum “Mulai tingginya radang saluran pencernaan sekitar 2% di pangsa pasar Eropa, menjadi peluang ekspor yang akan meningkatkan nilai tambah produk lokal berbasis non-gluten,” tuturnya..
Balitbangtan melalui BB Pascapanen telah bekerjasama dengan PT INFIAD dan PT Pachira untuk membangun pabrik tepung pregel (mocaf baru) dari singkong berkapasitas 120 ton/tahun. Produksi uji coba produksi massal dimulai pada akhir bulan Juli 2019.
“Ini bisa jadi model industri. Kita akan dorong ini terus. Saya lihat produknya banyak untuk bakeri-bakeri. Ini menjadi modal yang baik,” tuturnya. Uji coba produksi akan dilakukan secara bertahap, tahun pertama 50%, tahun kedua 75%, dan tahun ketiga baru berproduksi penuh.
Kemudian, Ia mengungkapkan salah satu kendala pengembagan bahan pangan lokal yang mampu mensubstitusi gandum adalah harganya yang belum kompetitif. “Kalau ada pabrik yang besar mau memproduksi tepungnya, industri kecil pasti berkembang. Kalau skala besar pasti murah,” tuturnya.
Oleh karena itu, Djufry berharap adanya insentif bagi para pelaku usaha untuk mengembangkan industri pangan non-gandum sebagai upaya diversifikasi pangan.