Lombok Barat, Gatra.com- Prioritas draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lombok Barat (Lobar) 2019-2024 yakni masalah stunting, persampahan, dan Usaha Kecil Mikro (UKM). Bupati Lombok Barat, H Fauzan Khalid, S. Ag, M. Si mengajak seluruh pihak bekerja sama, dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Terutama perangkat desa sebagai tonggak terdepan pembangunan.
“Khusus untuk masalah stunting, prevalensi stunting di Lobar sendiri tetap menjadi masalah yang cukup serius untuk segera ditangani. Prevalensi anak stunting di Lobar tahun 2007 masih sangat tinggi yaitu 49,8% . Namun berhasil diturunkan menjadi 32,01% di tahun 2018,” katanya di Lombok Barat, Kamis (11/7).
Fauzan menuturkan, penurunan angka stunting di wilayahnya terus mengalami penurunan secara signifikan. Hal ini berdasarkan sensus balita per Maret 2019, yang angkanya menjadi 25,04%, menandakan Lobar masih berada di atas ambang batas 20% versi WHO.
Bupati Lombok Barat juga tidak menampik akan peran seluruh pendamping desa yang terdiri dari tenaga ahli, tenaga pendamping desa dan pendamping lokal desa se-Lobar. Mereka bisa memfasilitasi desa dan mensinergikan program pembangunan dengan skala prioritas yang dimiliki oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
“Saat ini kita sedang mendorong seluruh perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Lobar. Dapat saling bersinergi, berintegrasi, dan saling melengkapi dengan asas komplemantaritas antara satu komponen pemerintahan dengan komponen lainnya,” ujar mantan Ketua KPU NTB ini.
Salah satu tenaga ahli pendamping desa, Esti Dyah Apsari menyatakan, sinkronisasi, integrasi, dan asas komplemantaritas untuk penanganan stunting di Kabupaten Lombok Barat harus tegas disebutkan dalam Peraturan Bupati tentang pemanfaatan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa.
“Penanganan stunting itu agar diberikan tekanannya dalam Peraturan Bupati, karena walaupun sudah diprogramkan. Banyak desa bervariasi dalam pengalaokasian anggaran dan kegiatannya,” ujar Esti.
Sedangkan Pendamping Lokal Desa Sekotong Tengah, Sadri berpendapat, program Olah Sampah Terpadu(OSAMTU) harus dikelola oleh semua pihak. Namun saat ini menurutnya pihak desa masih memiliki banyak kendala.
“Kami terkendala dengan lahan pengolahannya karena dana desa tidak bisa dipergunakan untuk penyediaan lahan, baik beli maupun sewa lahan,” terang Sahri.