Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan berhenti menyidik kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) meski Mahkamah Agung (MA) membebaskan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Menjadi poin penting bagi penyidik, artinya apa, dalam proses penanganan perkara ini kasus di tingkat penyidikan untuk dua orang tersangka terus kami proses," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/7).
Untuk mengusut kasus tersebut, hari ini penyidik antirasuah memeriksa mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Laksamana Sukardi. Menteri era pemerintahan Megawati Soekarnoputri itu diperiksa untuk tersangka Sjamsul Nursalim, pemegang saham pengendali BDNI.
Dalam pemeriksaan ini, penyidik meminta keterangan dari Sukardi terkait dengan posisinya kala itu sebagai salah satu anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). "Apa yang ia ketahui selama ia di sana itu," ujar Febri.
Baca juga: Kasasi Dikabulkan MA, Syafruddin Temenggung Langsung Bebas
Selain Sukardi, penyidik juga memeriksa mantan Ketua BPPN, Glen M. Yusuf. Penyidik mendalami tentang rangkaian proses-proses mulai dari pengambilalihan pengelolaan BDNI dan tanggung jawab Sjamsul Nursalim dalam memenuhi kewajibannya.
"Permintaan agar Sjamsul Nursalim menambah aset untuk mengganti kerugian karena adanya misrepresentasi atas kredit petambak saat itu, termasuk adanya penolakan dari Sjamsul Nursalim dan informasi lain yang relevan," katanya.
Dalam kasus ini Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim ditetapkan sebagai tersangka karena telah melakukan misrepresentasi. Keduanya pun telah pernah dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka pada Jumat lalu (28/6). Namun keduanya mangkir tanpa alasan dari panggilan tersebut.
Kasus ini merupakan pengembangan perkara dari fakta persidangan terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. Sjamsul Nursalim selaku pemilik BDNI melakukan misrepresentasi.
Namun, majelis hakim kasasi MA mementahkan dakwaan hingga vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. MA membebaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum. Sementara itu, KPK mengatakan bahwa kasus ini akan terus diusut walau Syafruddin sudah bebas dari tuntutan.
Baca juga: KPK Pastikan Kasus Sjamsul-Itjih Nursalim Terus Berjalan
Adapun misrepresentasi yang dilakukan Syafruddin bersama-sama Sjamsul yakni memasukkan piutang petani tambak Dipasena sejumlah Rp4,8 triliun itu lancar, sedangkan utang para petani tambak tersebut ternyata piutang macet.
Utang petambak itu macet sebagaimana hasil Financial Due Diligence (FDD). BPPN kemudian menyurati Sjamsul untuk menambah jaminan aset sebesar Rp4,8 triliun. Namun Sjamsul menolak dengan alasan kredit petambak termasuk kredit usaha kecil (KUK). Karena itu, hakim menilai penolakan itu justru bertentangan dengan Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA).
Baca juga: Hirup Udara Bebas, Syafruddin Temenggung Pamer Buku BLBI
Namun, pada April 2004, malah terjadi penandatangan Akta Perjanjian Penyelesaian oleh Syafruddin dengan istri Sjamsul, Itjih Nursalim. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa pemegang saham BDNI ini telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur dalam MSAA. Lalu diterbitkanlah Surat Keterangan Lunas SKL-22 untuk Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.