Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Nur Hidayanti menyampaikan hingga saat ini perhutanan sosial masih bergantung pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. 83/2016 tentang Perhutanan Sosial. Akibatnya, kewenangan penyelesaian konflik perhutanan sosial hanya berada di bawah KLHK dan kurang menjangkau kementerian lainnya.
"Disayangkan sekali perhutanan sosial hanya berada di bawah KLHK melalui Permen 83/2016, dan bila terjadi konflik perhutanan sosial maka KLHK sulit untuk menjangkau kementerian lain seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Mungkin KLHK bisa menjalin partnership tetapi butuh payung hukum yang lebih tinggi untuk persoalan tersebut," kata Nur kepada Gatra.com di Kekini Coworking Space, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (10/7).
Menurut Nur, sangat diperlukan kebijakan dari pemerintah berupa Peraturan Presiden (Perpres) sehingga dapat dilakukan koordinasi sektor lintas kementerian dan tidak hanya di bawah kewenangan KLHK saja.
Ia menambahkan harus pula ada sinergitas dengan pemerintah daerah untuk data-data terkait dengan konflik perhutanan yang terjadi. "Perlu sinergitas dari pemerintah daerah sebab mereka yang paling mengetahui konflik yang terjadi di daerahnya masing-masing. Selain itu, pemerintah Indonesia juga harus memahami konflik yang terjadi sehingga dapat ikut proaktif dalam penyelesaian masalah tersebut," katanya.
Langkah proaktif yang dimaksud adalah pemerintah dapat mendirikan pos pengaduan masyarakat mengenai konflik perhutanan sosial yang mereka alami. Selain itu, perlu pembukaan data mengenai lahan masyarakat sehingga adanya pengakuan secara legal kepada lahan tersebut dan tidak terjadi tumpang tindih dengan perusahaan.