Purbalingga, Gatra.com – Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, kini lebih dikenal dengan rambut dan bulu mata palsunya. Puluhan perusahaan dengan puluhan ribu buruh tersebar di Purbalingga. Namun, jauh sebelumnya, industri tembakau-lah yang berjaya dan menjadi sandaran hidup bagi masyarakat di kaki Gunung Slamet. Tembakau memiliki sejarah panjang di kabupaten ini.
“Di Purbalingga pernah ada Tobbaco Indonesia Coorporation (TIC) yang mengekspor tembakau berkualitas untuk bungkus cerutu ke Bremen, Jerman,” ujar Tri Daya Kartika, ketua Forum for Economic Development and Employment Promotion (FEDEP), Selasa (9/7).
Tri memaparkan sejarah tembakau di Purbalingga dalam Focus Group Discussion (FGD) Sejarah Tembakau di Purbalingga dan Perkembanganya, yang diselenggarakan oleh Bagian Perekonomian, Sekretariat Daerah Kabupaten Purbalingga, di Warung Djoglo, Purbalingga, Selasa, (9/7).
Menurut Tri, TIC itulah yang setelah era kemerdekaan dinasionalisasi menjadi perusahaan bernama Gading Mas Indonesia Tobbaco (GMIT). GMIT mencapai masa keemasan dan berjaya sampai era tahun 1980-an.
“GMIT ini perusahaan yang terkemuka waktu itu, gudangnya saja besar-besar, berjumlah puluhan dan tersebar di berbagai wilayah Purbalingga,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pada masa kejayaan GMIT, di wilayah Padamara dan Kutasari saja setidaknya ada empat gudang tembakau, yaitu di Padamara, Kalitinggar, Karangaren dan Karanggambas. Gudang tembakau GMIT juga ada di Desa Beji dan Pagutan, Kecamatan Bojongsari. Gudang lainnya berada di Desa Kalapacung, Gunung Karang dan Karang Duren yang ada di Kecamatan Bobotsari.
“Gudang tembakau itu berfungsi untuk penyimpanan dan ngomprong daun tembakau, daunnya lebar-lebar karena untuk bungkus cerutu,” ujarnya.
Tri Daya yakin, lahan tembakau di Purbalingga saat itu sangat luas. Dia memperkirakan budi daya tembakau mencapai ribuan hektare. “Mungkin bisa sampai ribuan hektare karena gudangnya besar-besar dan ada di mana-mana,” katanya.
Sejarah kejayaan tembakau di Kabupaten Purbalingga juga disampaikan oleh Ganda Kurniawan, sejarawan dan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Purbalingga. Catatan pemerintah Hindia Belanda menyebutkan bahwa sejak 1906 ada perkebunan tembakau di wilayah Purbalingga.
Dalam buku De Tabaksplantages Op Sumatra, Java en Borneo yang ditulis oleh J.H. Lieftinck & Zoon (Amsterdam, 1906) di Karesidean Banyumas ada 4 perusahaan tembakau, yang dua di antaranya ada di wilayah Purbalingga.
Pertama ada perusahaan De Erven de wed. J. Van Nelle yang dimiliki oleh H. Burgmans. Perusahan itu memproduksi tembakau dengan merek Van Nelle. Merek itu dikenal tidak hanya di Indonesia namun juga pasaran Eropa. Kedua, perusahaan bernama Kandanggampang Mulder Redeker & Co yang dimiliki oleh Cornelis Johannes.
Pada peta terbitan pemerintah Belanda pada 1917 juga tercatat beberapa gudang tembakau yang disebut dengan tabakloodsen, di antaranya ada di Kandanggampang, Penaruban di dekat jembatan lama Sungai Klawing, Karanglewas dan Walik di Kecamatan Kutasari serta Pagutan, Kecamatan Bojongsari.
Sementara, di peta Belanda terbitan 1944 juga tercatat ada gudang tembakau di Kelurahan Karangsentul yang sekarang menjadi gudang Bulog, satu gudang di Planjan, Kecamatan Kalimanah dan tiga gudang di Desa Patemon, Kecamatan Bojongsari.
Ganda meyakini, dengan fakta-fakta itu, bahwa Purbalingga pernah menjadi sentra industri tembakau. “Bahkan salah satu petinggi perusahaan van Nelle bernama H. Brugmans dimakamkan di Kerkhof Purbalingga,” katanya.