Palembang, Gatra.com – Persidangan dugaan pidana pemilu yang menyeret lima komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Palembang, masuk pada keterangan saksi, Selasa (9/7). Pada kesaksiannya, saksi ahli Sri Sulastri menyatakan jika surat pernyataan yang dibuat oleh KPU Palembang pada dasarnya tidak sah. Hal ini mengingat, surat tersebut tidak mengatur mengenai objek, dasar dan keterangan hukum pengingat.
“Saya menilai surat pernyataan itu salah, dan tidak jelas. Bagaimana objek dan apa akibat (kausal) penyertaan surat tersebut diterbitkan KPU Palembang,” terangnya di muka persidangan, Selasa (9/7) sore.
Apalagi, ditemukan beberapa surat pernyataan yang ditulis tangan dan terdapat coretan. Dia menjabarkan, surat itu dibuat sebagai keterangan pelaksanaan pemilihan yang berlangsung lancar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun dalam surat tersebut tidak dijelaskan jenis pemilihan apa yang dikatakan berlangsung lancar, apakah pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah, atau legislatif (perwakilan rakyat) atau perwakilan daerah.
“Dengan ketidakjelasan pemilihan berlangsung lancar, maka surat pernyataan tidak bisa mewakili pelaksanaan keseluruhan saat kekurangan logistik berlangsung,” terangnya.
Selain itu, surat keterangan itu dibuat oleh seorang KPPS setingkat TPS yang diberikan oleh PPS di tingkat kelurahan dengan arahan KPU Palembang. Sehingga, kata Sri, apakah keputusan Ketua KPPS yang membuat surat pernyataan bisa mewakili para pemilih yang berada di TPS tersebut. Surat pernyataan juga tidak menjelasakan seberapa banyak pemilih yang menyatakan pemilu lancar, dan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, “Isi surat yang menyatakan jika pemilihan berlangsung lancar itu kan subjektif KPPS, terutama ketua, apakah menggambarkan kondisi sesungguhnya. KPPS hanya diminta menulis dan menandatangani saja,” sambung dia.
Sehingga tidak tepat, Sri menambahkan jika surat pertanyaan tersebut menyatakan tidak perlu melakukan pemilihan lanjutan atau pemilihan susulan pada Pemilu 2019 terutama pemilihan presiden (Pilpres). “Tidak tepat, sehingga bisa dianggap surat pernyataan tersebut seharusnya tidak ada, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum,” pungkasnya.
Atas hal ini juga, menurut ahli hukum pidana Unsri ini, muncul kesan adanya kelalaian yang berimbas pada kesengajaan menghilangkan hak suara pemilih pada 17 April hingga diberlangsungkannya pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan. “UU Pemilu ini baru dan mengalami revisi sebelumnya. Pasal 510 UU Pemilu tertahun 2017 ini, mengikat pelaksana lebih profesional dan tidak menyalahkan kewenangan,” pungkasnya.
Baca juga : https://www.gatra.com/detail/news/427327/politic/sidang-kpu-palembang-diundur-hakim-sakit-migran
Menanggapi kesaksian ahli ini, Kuasa Hukum Terdakwa, Mualimin Pardi menilai surat pernyataan yang dibuat KPPS merupakan bagian dari proses verifikasi dan identifikasi permasalahan yang dilakukan KPU Palembang terhadap penyelenggaraan pemilu di TPS yang bersangkutan. “Surat ini menjadi dasar KPU mengenai kondisi TPS setempat,” ujarnya.
Baca juga : https://www.gatra.com/detail/news/427334/politic/ketua-kpps-diminta-tanda-tangan-surat-pernyataan-pemilu
Selain mendengarkan keterangan saksi, sidang dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi ahli, KPU RI. Adapun kelima komisioner KPU Palembang yang menjadi terdakwa yakni kelima komisioner KPU Palembang yang menjalani sidang diantaranya Ketua KPU Palembang, Eftiyani, empat komisioner lainnya, Alex Berzili, Syafarudin Adam, Abdul Malik, dan Yetty Oktarina. Kelimanya terjerat pasal 510 UU nomor 7 tahun 2017 mengenai Pemilu jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Pidana dengan ancaman hukuman kurungan dua tahun penjara dan denda Rp24juta.