Jakarta, Gatra.com - Penyandang Disabilitas, Obrn Sianipar (35), mengalami diskrimasi dalam proses Seleksi Penerimaan Bersama BUMN. Ia berujar, telah lulus sampai tahap ketiga yakni Tes Kompetensi Dasar. Namun, panitia menganulir sehingga hasil tes berubah dan menjadi tidak lulus.
"Saya mempertanyakan hak saya, karena saya lulus dan ada buktinya. Tiba-tiba saya dinyatakan tidak lulus kualifikasi dari segi usia," ujar Obrn saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (9/7).
Padahal, menurut aturan yang ada, untuk jalur difabel batasan usia yang ditetapkan adalah 45 tahun. Sementara Obrn masih berusia 35 tahun.
"Saya katakan bahwa saya dari program disabilitas, kalau reguler memang 28 tahun batasannya," jelas Obrn
Menurutnya, tuntutan bukan disebabkan karena ia sebagai penyandang disabilitas, melainkan ia telah mengikuti setiap tahapan proses seleksi BUMN melalui jalur program disabilitas.
"Kami [penyandang disabilitas] juga diatur dalam Undang-Undang, 2% jatah disabilitas untuk menempati posisi BUMN dan PNS," jelasnya.
Obrn berharap tidak ada lagi diskriminasi yang dilakukan oleh pihak terkait kepada penyandang disabilitas. Selain itu, perlu adanya peran negara dalam melindungi hak penyandang disabilitas.
"Saya meyakini berada dipihak yang benar dengan bukti dan fakta. Tentunya ada bukti ada fakta, dan saya bersedia menunjukkan itu," jelas Obrn
Obrn Sianipar merupakan pria asal Pematang Siantar yang mengikuti seleksi BUMN melalui program disabilitas. Bukan cacat lahir, tapi Obrn menderita cacat pada kaki kanannya saat mengalami kecelakaan kerja, sehingga ia harus menggunakan kaki palsu.
Dalam proses seleksi, ia berpartisipasi melalui Forum Human Capital Indonesia (FHCI). Dengan dibatalkan kelulusannya dalam seleksi BUMN, Obrn mengaku merasa dirugikan.
Diskusi yang dilakukannya dengan pihak penyelenggara pun berakhir buntu, sehingga ia membuat laporan dan mengajukannya kepada Komnas HAM. Saat ini pihaknya masih menunggu kajian lebih lanjut dari Komnas HAM untuk menentukan langkah selanjutnya.