Home Politik KPK Panggil Mantan Menkeu Bambang Subianto dalam Kasus BLBI

KPK Panggil Mantan Menkeu Bambang Subianto dalam Kasus BLBI

Jakarta, Gatra.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto dalam perkara kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Selasa (9/7).

Menteri yang pernah menjabat dalam Kabinet Reformasi Pembangunan itu akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Itjih Nursalim.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk IJN (Itjih Nursalim)," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, di Jakarta, Selasa (9/6).

Selain Bambang, dijadwalkan juga pemeriksaan Komisaris Maybank Indonesia, Edwin Gerungan. 
Ia diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Penyidik juga memanggil saksi lainnya yakni anggota Majelis Wali Alamat Universitas Indonesia Sumantri Slamet dan Chairman Ary Suta Center, I Putu Gede Ary Suta. Ketiganya akan diperiksa untuk tersangka yang sama, Itjih Nursalim.

Dalam kasus ini, pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim ditetapkan sebagai tersangka karena telah melakukan misrepresentasi. Keduanya pun telah pernah dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka pada Jumat lalu (28/6). 
Namun keduanya mangkir tanpa alasan dari panggilan tersebut.

Kasus ini merupakan pengembangan perkara dari fakta persidangan terhadap Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. 
Dalam vonis, majelis hakim menyebutkan bahwa Syafruddin terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim, dan Itjih Nursalim dalam kasus SKL BLBI.

Sjamsul Nursalim selaku pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) telah melakukan misrepresentasi dengan memasukan piutang petani tambak Rp4,8 Triliun, sedangkan utang para petani tambak tersebut ternyata piutang macet.

Financial Due Diligence (FDD) yang menemukan utang petambak tersebut dalam keadaan macet, kemudian BPPN menyurati Sjamsul untuk menambah jaminan aset sebesar Rp4,8 Triliun. Namun Sjamsul menolak dengan alasan kredit petambak termasuk kredit usaha kecil (KUK). Karena itu hakim menilai penolakan itu justru bertentangan dengan Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA).

Namun, pada April 2004, malah terjadi penandatangan Akta Perjanjian Penyelesaian oleh Syafruddin dengan istri Sjamsul, Itjih Nursalim. Dengan kata lain menyatakan pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur di MSAA. Lalu diterbitkanlah Surat Keterangan Lunas SKL-22 untuk Sjamsul Nursalim.

Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

327