Jakarta, Gatra.com - Pengamat Telekomunikasi dan Anggota Mastel, Nonot Harsono, mengatakan, perlu memisahkan jaringan telekomuniksi publik dengan jaringan yang khusus digunakan lembaga pemerintah atau negara demi keamanan data.
Nonot kepada Gatra.com, Senin (8/7), menyampaikan, saat ini jaringan telekomuniksi publik dan lembaga pemerintah masih campur aduk atau masih menyatu dengan jaringan untuk publik.
Ia mencontohkan soal jaringan internet yang masih sebatas euforia smartcity dan sebagainya. Seharusnya, layanan internet antarlembaga pemerintah di luar layanan untuk jaringan terkait fasiltas untuk informasi yang memang harus dibuka kepada publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
"Untuk layanan publik sesuai KIP. Tapi untuk yang antarlembaga harusnya tersendiri demi keamanan," katanya.
Penggunaan jaringan publik dengaan tingkat keamanan rendah untuk kepentingan khusus antarlembaga pemerintah rentan menjadi sasaran kejahatan siber terkait data negara.
Baca juga: Kebijakan Satu Data Indonesia Pertimbangkan Keamanan Siber
Menurut Nonot, harusnya sejak awal didesain dua penyelenggaran jaringan yakni khusus dan umum seperti di negara-negara lain. Mereka mendesain jaringan khusus pemerintah dengan memisahkan jaringan infrastuktur telekomunikasinya dengan infrastruktur milik jaringan publik. Jaringan milik pemerintah ini dirahasikan, untuk memastikan keamanannya dari kemungkinan sabotase.
Indonesia saat ini mempunyai potensi untuk mengembangkan jaringan telekomunikasi sendiri, karena telah memiliki industri yang mampu menyediakan layanan telekomunikasi maupun infrastrukturnya secara mandiri.
Pemerintah bisa melakukan sinergitas antara BUMN dengan pihak swasta dalam negeri yang mampu menyediakan jaringan, device, dan perangkat lunak (software) yang memiliki tingkat keamanan tinggi. Keterlibatan perusahaan dalam negeri baik BUMN maupun swasta yang memiliki kemampuan untuk merekayasa industri mutlak diperlukan untuk menjamin keamanan jaringan.
Adanya perusahaan baik BUMN maupun swasta yang memiliki kemampuan merancang dan mengembangkan serta memiliki teknologi untuk membangun sistem komunikasi jaringan aman dan mandiri. Bahkan mampu membuat protocol dan sistem enkripsi buatan sendiri atau dalam negeri.
Menurutnya, hal itu sangat dibutuhkan oleh pemerintah, untuk mewujudkan jaringan telekomunikasi khusus sehingga Indonesia ke depannya mampu mengantisipasi serangan siber yang terus meluas dan berdampak kepada bidang politik, pertahanan, ekonomi, sosial-budaya, dan keamanan nasional.
Nonot mengungkapkan, hal ini mengemuka dan menjadi bahasan dalam Forum Group Disccusion (FGD) Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, bertema "Merevival Kedaulatan Telekomunikasi Pemerintah Dalam Rangka Mewujudkan Keamanan Informasi Nasional" di Yogyakarta, belum lama ini.
FGD tersebut diikuti dari pihak Kementerian Pertahanan dan Keamanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, TNI, Bappenas, Telkom, Industri dalam negeri terdiri PT. Hariff DTE dan PT Inti, serta kalangan akademisi dan lembaga independen.
Baca juga: Kepala BSSN : Ancaman Siber Dalam Pemilu 2019 Masih Tinggi
FGD menghasilkan bahwa saat ini perlu jaringan khusus yang aman dari semua potensi serangan untuk digunakan penyelenggara negara, baik pemerintah maupun unsur Pertahanan dan Keamanan ( TNI dan Polri).
Pemerintah selaku regulator sudah membuat Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik ( SPBE). Namun, pemerintah perlu segera menetapkan kebijakan afirmatif meliputi tahapan rancang bangun jaringan, peralatan, platform dan aplikasi.
Elemen di atas harus dibuat dan dikuasai oleh industri dan tenaga ahli dalam negeri untuk menjamin keamanan Nasional. Dengan sistem enkripsi yang dibuat sendiri, maka Indonesia akan mampu mengantisipasi dan mengurangi berbagai macam bentuk serangan siber.