Manila, Gatra.com - Amnesty International terus mengecam kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Filipina. Kampanye antinarkoba di bawah Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah memakan banyak korban.
Diwartakan AP News, Senin (8/7), aktivis HAM meminta Amerika Serikat terlibat dalam penyelidikan kejahatan kemanusiaan di Filipina. Amnesty menyebut apa yang dilakukan Duterte sudah di luar ambang batas.
Kampanye antinarkoba Duterte dimulai sejak pertengahan 2016, diperkirakan sekitar 6.600 orang tewas karena dituduh melakukan kejahatan narkoba. Dalam penelitiannya, Amnesty menyebut Provinsi Bulacan menjadi lokasi pembunuhan terbesar.
"Di dalam komunitas yang terpinggirkan, polisi terus membunuh tanpa pengadilan. Hal itu memicu iklim ketakutan yang meluas di Filipina.
Kebijakan represif itu melanggengkan pelanggaran hak asasi manusia," ungkap Amnesty dalam laporannya.
Amnesty menyelidiki 20 insiden terkait narkoba di mana 27 orang terbunuh di Bulacan dari Mei 2018 hingga April 2019. Data itu diperoleh dengan mewawancarai para saksi, keluarga korban, pejabat setempat dan aktivis hak asasi.
Selain itu, Amnesty mempertanyakan keabsahan dan keakuratan laporan kasus narkoba yang dirilis pemerintah. Laporan tersebut berisi nama-nama tersangka narkoba yang ditargetkan dalam penggerebekan polisi.
Dengan banyaknya dugaan pelanggaran HAM di Filipina, Amnesty meminta Dewan Hak Asasi Manusia AS segera menyelidiki pembunuhan tersebut. Amnesty juga mendesak jaksa penuntut Pengadilan Kriminal Internasional untuk mempercepat pemeriksaan pengaduan.
"Pemerintah asing harus menggunakan semua alat diplomatik dan politik untuk menekan Filipina segera mengakhiri semua kejahatan," kata Amnesty.
Pemerintah Filipina tidak bereaksi terhadap laporan Amnesty. Namun Duterte membantah ada otorisasi pembunuhan di luar proses hukum. Di sisi lain, Duterte dalam pidatonya justru menginstruksikan penegak hukum untuk menembak tersangka narkoba.