Jakarta, Gatra.com - Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita kembali batal menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dalam kasus Anggota DPR Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya sudah menerima surat terkait ketidakhadiran Mendag Enggar karena ada kegiatan lain. Lebih lanjut Febri dalam surat itu mengatakan, pihak Mendag meminta untuk dilakukan penjadwalan ulang.
"Pihak Mendag telah mengirimkan surat ke KPK dan meminta dijadwalkan ulang kembali," ujar Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (8/7).
Menindaklanjuti hal itu, Komisi Antirasuah akan menjadwalkan ulang pemeriksaan, karena terhitung sudah dua kali mangkir dalam pemanggilan. Febri berharap pada pemanggilan ketiga nantinya, Enggar dapat memenuhi panggilan penyidik.
"Kami harap setelah sebelumnya tidak datang dua kali pada jadwal sebelumnya, maka pada penjadwalan berikutnya Mendag dapat datang memenuhi kewajiban hukumnya sebagai saksi," imbuhnya.
Dalam kasus ini KPK mengendus adanya sejumlah penerimaan gratifikasi oleh Bowo Sidik, salah satunya menyeret nama Mendag Enggartiasto. Bahkan sebelumnya kantor dan rumah Enggar sudah pernah digeledah oleh tim penyidik KPK pada Selasa (30/4) lalu.
Gratifikasi itu disinyalir ada hubungannya dengan penyusunan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait Perdagangan Gula Kristal Rafinasi (GKR).
Sementara perkara utamanya, KPK menduga Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti (AWI). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dan PT Humpuss Transportasi Kimia.
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK, untuk kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya guna mendistribusikan pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Dalam kesepakatan Bowo meminta jatah senilai US$ 2 per metrik ton.
Dalam operasi, Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke-84 kardus di kantor PT Inersia, perusahaan milik Bowo Sidik Pangarso. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Namun setelah dihitung KPK, uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar.
Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar inilah yang diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
Indikasinya ada empat sumber penerimaan Bowo Sidik soal uang Rp6,5 Miliar ini. Pertama, dugaan pengaturan tentang Permendag Gula Kristal Rafinasi. Lalu kedua, terkait dengan penganggaran, khususnya DAK. Ketiga, terkait posisi seseorang di salah satu BUMN. Keempat, terkait revitalisasi pasar di Minahasa Selatan.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.