Home Milenial MTs Pakis, Sekolah Alam bagi Anak Pinggir Hutan di Banyumas

MTs Pakis, Sekolah Alam bagi Anak Pinggir Hutan di Banyumas

Banyumas, Gatra.com – MTs Pakis, Gununglurah, Cilongok, Banyumas, memang beda dari sekolah formal. Konsepnya adalah sekolah berbasis alam. Ini mempertimbangkan lokasi sekolah yang berada di perkampungan kaki Gunung Slamet dan benar-benar terpencil.

Di sekolah ini, siswa tak menghabiskan waktu sepanjang hari di kelas. Mereka membagi kegiatan akademik dan kegiatan pembelajaran alam, seperti bertani, beternak dan belajar mengenal alam sekitar. Sekolah ini mungkin menjadi alternatif bagi anak-anak yang terpinggirkan karena kemiskinan dan fasilitas pendidikann yang tak merata.

Pada 2018 lalu, sebanyak 28 siswa belajar di sekolah alam ini. Tahun ini, tujuh orang lulus. Kini, 21 siswa MTs Pakis tengah menunggu adik kelasnya. “Sementara ini baru empat yang mendaftar. Nanti kita menyisir lagi,” ucap Kepala MTs Pakis, Isrodin, Minggu (7/7).

Rencananya, setelah penerimaan peserta didik baru (PPDB) sekolah negeri selesai, pengajar, atau disebut pendamping, di MTs Pakis, akan menyisir Desa Gununglurah, Desa Sambirata, dan desa-desa pinggir hutan lainnya. Pasalnya, sangat mungkin masih banyak siswa yang belum mendaftar sekolah.

Jarak yang jauh dari sekolah dan kondisi ekonomi orang tua anak-anak di pinggir hutan memang lemah. Masih banyak orang tua yang menganggap pendidikan tak begitu penting. Adakalanya, setelah lulus SD, anak-anak ini merantau. Jika tidak, mereka membantu orang tuanya di ladang.

“Saya yakin masih banyak yang belum mendaftar sekolah,” ujarnya.

Isrodin mengatakan, konsep awal sekolah ini tak lepas dari muasal kegiatan sanggar belajar Paket C di Grumbul Pasawahan. Di kampung itu, sejak awal 2010-an lalu, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Argowilis membuka Paket C untuk masyarakat setempat.

Potret betapa terbelakangnya pendidikan di Dukuh Pesawahan, tempat MTs Pakis berdiri, terlihat dari tingkat pendidikan warganya. Pada masa awal MTs Pakis berdiri pada 2013, dari sebanyak 111 keluarga dengan sekitar 500 jiwa, hanya ada satu orang yang lulus SLTA. “Itu pun pendatang. Berarti, boleh dibilang, tak ada satu pun warga Pesawahan yang lulus SMA," ujarnya. Sementara, dari ratusan warga, saat itu hanya ada empat orang yang lulus SLTP. 

Pada waktu itu, masyarakat dan relawan Yayasan Argowilis mengadakan semacam focus group discussion (FGD). Hasilnya adalah, mereka membuka kelas paket C dan menginisiasi layanan pendidikan setingkat SLTP dan pesantren. Itu sebabnya, sekolah ini berbasis pada potensi sekitar, yakni pertanian, hutan, dan alam seisinya. Dia menyebutnya sebagai sekolah berbasis agro-foresty.

Isrodin mengemukakan, seluruh siswa MTs Pakis berasal dari keluarga yang kurang mampu. Maka, sekolah benar-benar menggratiskan biasa sekolah itu, mulai dari biaya pendaftaran, daftar ulang, hingga biaya bulanan.

Meski begitu, seringkali, orang tua siswa membawa hasil bumi, seperti beras, ketela pohon, pisang, ubi jalar, dan ayam meski tak diwajibkan. Itu adalah tanda terima kasih kepada para pengajar yang telah memberi kesempatan anak-anak mereka bersekolah, di tengah impitan ekonomi.

“Jadi ada yang bawa tales, pisang. Yang penderes ya bawa gula. Kemudian yang kemarin, bibit tanaman,” katanya.

760