Jakarta, Gatra.com - Koalisi Perempuan Pekerja yang terdiri dari gerakan Perempuan Mahardika, Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) dan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) menyampaikan solidaritasnya terhadap kasus pelecehan seksual yang menimpa Baiq Nuril Maqnun.
Perwakilan Perempuan Mahardika, Mutiara Ika Pratiwi menjelaskan, pihaknya memiliki tiga tuntutan terhadap pemerintah setelah Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril.
Terkait penolakan itu, Ika mengatakan, keputusan tersebut merupakan sebuah pukulan telak karena pemerintah melihat pemberdayaan perempuan sebagai elemen penting. Khususnya dalam mencapai target pembangunan nasional.
“Ini sudah menjadi pukulan telak, sampai MA menolak PK. Kami sangat kecewa dengan itu,” kata Ika kepada Gatra.com di Jakarta, Sabtu (6/7) .
Ika menjelaskan, Perempuan Pekerja bersama koalisi masyarakat “Save Ibu Nuril” akan terus mengawal kasus ini, terutama amnesti dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ika menerangkan, amnesti menjadi satu-satunya jalan yang bisa ditempuh Baiq Nuril untuk mendapatkan keadilan.
“Kita akan terus mengawal, mengampanyekan dan mendukung langkah-langkah koalisi Save Ibu Nuril. Kami akan kuatkan argumentasi kenapa pemberian amnesti ini penting bagi keseluruhan pekerja perempuan Indonesia,” paparnya.
Adapun tiga tuntutan Perempuan Pekerja adalah sebagai berikut:
Amnesti oleh Presiden Jokowi untuk Baiq Nuril
1. Peningkatan partisipasi perempuan dalam bisnis, ekonomi dan politik seperti yang dipesankan oleh Presiden Jokowi dalam KTT G20 di Osaka, tentu saja tidak akan terwujud ketika upaya perempuan untuk bebas dari belenggu kekerasan seksual tidak mendapat dukungan.
2. Ratifikasi Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja (The Elimination of Violence and Harassment in the World of Work)
Dalam Konvensi di atas, definisi “kekerasan dan pelecehan” merujuk pada serangkaian perilaku dan praktik yang tidak dapat diterima, atau ancaman, baik terjadi sekali atau berulang, yang bertujuan atau menghasilkan atau yang memungkinkan terjadi kerusakan fisik, psikologis, seksual, ekonomi dan termasuk didalamnya adalah kekerasan dan pelecehan berbasis gender.
(the term “violence and harassment” in the world of work refers to a range of unacceptable behaviours and practices, or threats thereof, whether a single occurrence or repeated, that aim at, result in, or are likely to result in physical, psychological, sexual or economic harm, and includes gender-based violence and harassment)
3. Sahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual
Dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diakui 9 Bentuk Kekerasan yang salah satunya adalah Pelecehan Seksual baik dalam bentuk tindakan fisik ataupun non-fisik. Selain itu, RUU ini pun mengakui keterangan korban, informasi elektronik sebagai alat bukti lain yang memberi peluang bagi korban untuk bisa memenuhi syarat pembuktian (6 Keunggulan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual – Komnas Perempuan).