Jakarta, Gatra.com – Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Perpres tersebut menjadi landasan bagi pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir dan terpadu. Selain itu dengan kebijakan Satu Data Indonesia (SDI) pemerintah dapat menyinergikan data antar instansi untuk menghindari bias data dan kesalahan.
Kebijakan tata kelola data pemerintah itu nanti akan melibatkan koordinasi antar pemangku kepentingan. Berdasarkan Perpres Nomor 39 Tahun 2019, kebijakan SDI akan dipimpin oleh Dewan Pengarah yang terdiri atas Ketua dan Anggota. Dewan Pengarah dipimpin oleh menteri urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional (Menteri Bappenas).
Sementara anggota dari Dewan Pengarah melibatkan lintas kementerian. Di antaranya Menpan RB, Menkominfo, Mendagri, Menkeu, Kepala BPS, dan Kepala Badan Informasi Geospasial. Inisiasi pemerintah untuk menyinergikan data tersebut dipuji banyak kalangan karena selama ini kerap terjadi perbedaan data yang disampaikan oleh beberapa instansi pemerintah yang memicu kebingungan publik.
Adanya kebijakan SDI menutup celah perbedaan itu karena setiap data dihimpun ke dalam sumber yang sama dan dapat dibagipakaikan antar instansi. Dalam mekanisme akses data untuk publik, pemerintah akan mengedepankan prinsip transfaransi dan akuntabilitas. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS, M. Ari Nugraha. Menurutnya penyajian data publik akan tetap memperhatikan aspek keamanan konten dan infrastruktur.
“Terhadap kebutuhan open data, kita patuh dengan membebaskan semua pihak secara bebas mengakses koleksi data kita yang bersifat publik. Pengamanan terhadap data tersebut rutin dilakukan dengan mempertimbangkan dua aspek, yaitu keamanan konten dan keamanan infrastruktur,” terang M. Ari Nugraha kepada GATRA.com, Sabtu (6/7).
Baca juga: BPS: Kebijakan Satu Data Indonesia Penting Bagi Pemerintah
Prinsip keamanan menurutnya tetap diperlukan karena data yang dihimpun dalam SDI tidak hanya data statistik tetapi juga data ekonomi, keuangan dan geospasial. Oleh karenanya pengamanan konten tetap dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pembelajaran pola perilaku dan kewajaran akses pengguna terhadap data-data yang ada. “Jika ada pola akses yang dicurigai berpotensi menimbulkan bahaya, akan diinvestigasi lebih dalam, kebutuhan apa yang membuat pengguna tersebut melakukan akses data demikian,” ungkapnya.
BPS menurutnya akan terus membangun komunikasi dengan instansi yang tergabung dalam pelaksanaan Satu Data Indonesia terutama menyangkut keamanan data. “Pengamanan dari aspek infrastruktur dilakukan dengan pemeliharaan perangkat keras melalui penggunaan aplikasi pengamanan perangkat jaringan, serta penyediaan alokasi perangkat yang cukup, sehingga sistem senantiasa tersedia untuk menjawab kebutuhan data para pengguna”.
Dikonfirmasi terpisah, Bidang Pemberitaan dan Humas Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Tri Wahyudi mengatakan pihaknya mendukung kebijakan pemerintah membentuk SDI. “Tentunya BSSN mendukung perpres Satu Data tersebut,” ucapnya. BSSN menurutnya siap melakukan pengamanan dan pengawalan terkait keamanan data tersebut.
Sebelumnya Tri menyebutkan pihaknya sudah memiliki bekal pengalaman dalam melindungi data dan informasi instansi pemerintah. Pada Maret 2018 lalu, BSSN meneken nota kesepahaman dengan Kementerian Keuangan terkait perlindungan informasi dan transaksi elektronik. “Kami pernah satu acara dengan BPS dan Kemenkeu saat acara MoU [perlindungan data] Kemenkeu. Konsep Satu Data sudah disampaikan pada saat acara tersebut,” imbuhnya.
Dalam hal pengamanan data BSSN mengacu pada Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). “Dalam konteks tersebut ada unsur keamanan sesuai pasal 41 Perpres 95 dimana BSSN menjamin keamanan SPBE”. Konsep keamanan SDI bisa dibuat dengan menggunakan enkripsi berbasis elektronik. “Data yang akan dipublikasikan di SDI perlu menggunakan sertifikat elektronik agar tidak dapat diubah-ubah,” tandasnya lagi.