Mataram, Gatra.com - Kuasa hukum Baiq Nuril Maknun, Joko Jumadi, menegaskan, kliennya tidak akan meminta grasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait putusan pidana yang menyatakan Baiq Nuril terbukti bersalah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Joko mengungkapkan, jika meminta grasi atau pengampunan kepada Presiden sama artinya dengan mengakui bahwa kliennya bersalah dalam perkara ini.
"Kita tidak ingin orang yang menurut kami merasa benar malah seolah-olah bersalah meminta grasi," kata Joko dilansir Antarta, Sabtu (6/7).
Namun, jika Presiden mau menggunakan hak yudikatifnya, yakni memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, Joko bersama tim pengacaranya akan sangat berterima kasih.
"Mudah-mudahan saja ada kebijakan itu [amnesti," ucapnya.
Namun, menurut dia, grasi yang merupakan hak Presiden untuk memberikan pengurangan hukuman juga tidak bisa diberikan kepada Baiq Nuril, mengingat ancaman hukuman yang tersirat dalam putusan kasasinya di Mahkamah Agung (MA) di bawah dua tahun, tepatnya 6 bulan penjara.
Bahkan Joko mengatakan bahwa sebelumnya Baiq Nuril sudah menjalani masa hukuman pidana penjaranya selama 2 bulan ketika proses hukumnya sedang berjalan.
"Jadi saat ini Baiq Nuril tinggal menjalani sisa masa hukumannya," kata Joko.
Majelis hakim MA dalam putusan sidang Peninjauan Kembali (PK), telah menolak permohonan terpidana Baiq Nuril. Putusan yang disampaikan Majelis Hakim Suhadi bersama anggotanya Desnayeti dan Margono, tertuang dalam registrasi nomor W25.U1/249/HK.01/1/2019.
Secara langsung, putusan PK itu menerima kasasi yang disampaikan Majelis Hakim Kasasi MA pada 26 September 2018. Dalam putusan kasasinya, Baiq Nuril dinyatakan telah terbukti bersalah menyebarkan rekaman dugaan pelecehan seksual.
Hakim kasasi menjatuhkan pidana hukuman untuk Baiq Nuril selama 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan. Vonis hukuman itu sesuai dengan Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 45 Ayat (1) UU Nomor 11/2008 tentang ITE.