Balikpapan, Gatra.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Bidang Kaderisasi dan Ideologi Arjuna Putra Aldino angkat bicara terkait kisah seorang nenek bernama Amur (72).
Menurut Arjuna, apa yang terjadi pada seorang nenek yang tinggal di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur (Jatim) tersebut merupakan tamparan bagi para elit politik, ditengah kesibukannya berbicara soal perebutan kekuasaan.
"Saat ini elite politik sedang sibuk rekonsiliasi akibat perebutan kekuasaan setelah pilpres (pemilihan presiden), sibuk soal power sharing. Tapi kita lupa masalah rakyat kecil yang hidup kelaparan," katanya, Sabtu (6/7).
Arjuna juga mengigatkan, apa yang terjadi pada nenek Amur merupakan momentum bagi pemerintahan untuk melakukan evaluasi total, khususnya terhadap efektivitas program-program pengentasan kemiskinan. Terutama untuk program-program yang sudah dicanangkan melalui alokasi anggaran transfer daerah dan dana desa.
Sehingga alokasi anggaran yang terus meningkat bisa berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKKD) tahun ini naik Rp69,8 triliun dari outlook APBN 2018. Tapi masih ada saja orang miskin dan kelaparan. Artinya, pemerintah pusat perlu melakukan evaluasi terhadap peruntukan anggaran," ujar kader GMNI Yogyakarta itu.
Dari pandangan Arjuna, pemerintah selama ini hanya mementingkan tingkat serapan anggaran semata. Namun kurang memperhatikan kualitas alokasi anggaran tersebut harus benar-benar dirasakan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Akibatnya, besarnya alokasi anggaran tak berpengaruh banyak pada pengentasan kemiskinan.
"Anggaran semakin banyak tapi kurang berdampak. Masalahnya berarti ada di kualitas belanja. Anggaran itu sedikit dibelanjakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin. Jika kualitas belanja baik, tentu tragedi nenek Amur tidak akan terjadi," tutur Arjuna.
Diketahui, kisah nenek Amur di Dusun Janglateh Barat, Desa Campor, Kecamatan Proppo, Pamekasan, Jatim benar-benar memilukan.
Pasalnya, nenek yang hanya tinggal di gubug reog ini sering berteriak-teriak jika lapar dan sakit perut. Teriakannya terdengar sampai ke rumah tetangganya, yang berjarak 100 meter dari gubugnya itu.