Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan, pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) harus segera diselesaikan demi menuntaskan kasus pelecehan seksual.
Diketahui, kasus pelecehan seksual yang menimpa Baiq Nuril Maqnun berbuntut penolakan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung. Penolakan itu berdasarkan landasan hukum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sesuai dengan ditolaknya PK tersebut, maka mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram itu tetap menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan penjara.
Lebih lanjut Pri menjelaskan, kasus pelecehan seksual harus mempunyai payung hukum yang spesifik. Sebagai contoh, Pri menjelaskan hukum acara khusus untuk anak-anak, yakni Undang-undang Perlindungan Anak. Ia menyebut, landasan tersebut sudah sangat komplit.
"Hukum acara ini sangat membantu para penegak hukum (seperti) polisi, jaksa, hakim, untuk mengambil keputusan, karena ini khusus lex specialis. Mereka ada sertifikat khusus, pembuktiannya pun lebih sederhana dibandingkan pidana hukum, karena cukup dengan dua alat bukti," terang Pri saat ditemui di kantor KPPPA, Jakarta Pusat, Jumat (5/7).
Pri menjelaskan, RUU PKS merupakan payung hukum yang tepat untuk menangani kasus Baiq Nuril. Namun, RUU-PKS itu sendiri masih dalam proses pembahasan di DPR.
Meski demikian, Pri mengatakan bahwa RUU PKS ditargetkan selesai tahun ini. Sebab Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), sebagai penyusunan butir-butir yang terkait dengan RUU sudah disusun oleh DPR.
"Kita harapkan bisa selesai sebelum September. DIM-nya sudah. Versi DPR sudah, versi pemerintah sudah," kata Pri.