Jakarta, Gatra.com - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog), Ahmadi Hasan menjalani pemeriksaan di Gedung Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kasus suap Anggota DPR Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso.
Hari ini pemeriksaan Ahmadi sebagai saksi dalam kasus suap kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dan PT Humpuss Transportasi Kimia.
Usai diperiksa, Ahmadi keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 16.50 WIB tak banyak bicara, dan menghindari awak media. Ia hanya berujar bahwa diklarifikasi saja oleh penyidik KPK soal kasus suap pengangkutan pupuk ini.
"Ya klarifikasi aja, hanya klarifikasi," kata Ahmadi sembari berjalan meninggalkan Gedung KPK, Jumat (5/7).
Dalam dakwaan terhadap terdakwa Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti (AWI), Jaksa membeberkan sejumlah pertemuan yang dilakukan oleh Ahmadi dengan Bowo Sidik Pangarso dengan sejumlah pihak terkait lainnya.
Bahkan dalam dakwaan juga disebutkan, bos Pilog ini juga menerima fee dari sewa jasa kapal antara HTK dan Pilog itu.
Jaksa menjabarkan perhitungan fee yang diterima Ahmadi adalah US$300 per hari dari setiap sewa kapal MT Pupuk
Indonesia. Total fee yang diterima seluruhnya sebesar USD$28.500.
Penerimaan secara bertahap dengan rincian, pada 27 September 2018, sebesar US$14.700, diserahkan Asty kepada Ahmadi di Restoran Papilon Pacific Place, Jakarta. Kemudian pada 14 Desember 2018, Asty kembali menyerahkan uang senilai US$13.800.
Dalam kasus ini KPK menetapkan, Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso (BSP); Indung (IND) dari PT Inersia, dan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti (AWI) sebagai tersangka. Perkaranya Bowo diduga menerima suap karena membantu PT. Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK) mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan dan/atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PT. PILOG).
Sebelumnya, Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke-84 kardus di kantor PT Inersia. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
KPK menjelaskan, uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp 89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar. Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar diduga berasal dari penerimaan lain bagi Bowo.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan terhadap Asty Winasti disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.