Home Kesehatan Fakta Menarik Tentang Vitamin C dan Leluhur Manusia

Fakta Menarik Tentang Vitamin C dan Leluhur Manusia

Bagaimana mungkin buah seukuran kepalan tangan memiliki kekuatan untuk menggerakkan otot?. Mempunyai daya yang besar untuk memicu energi dan membuat kita menyeringai karena rasa asamnya?. Itulah buah jeruk, buah ajaib dengan aneka kegunaannya. Para ilmuwan tidak tahu pasti kapan buah itu pertama kali jadi santapan, namun diketahui leluhur manusia yang tinggal di pohon telah menggunakan buah itu sehari-hari sebagai makanan tropis. Jeruk mengandung proton dan vitamin C yang kerap disantap saat momen khusus.

Dilansir dari Livescience, rasa asam yang kita kenal ternyata memiliki hubungan langsung dengan keasaman (acid). Dalam istilah kimia, rasa asam adalah sensasi yang menggambarkan bahwa ada banyak kelonggaran proton longgar di mulut kita. Tentu saja, proton sebenarnya bukan asam. Namun tubuh kita telah berevolusi untuk menafsirkan zat tubuh sebagai asam.

Untuk bertahan hidup, manusia perlu mengonsumsi asam askorbat, yang dikenal sebagai vitamin C. Vitamin C sangat penting untuk menjaga sel dan jaringan tubuh berfungsi normal. Tanpa vitamin C yang cukup, manusia bisa terkena penyakit kudis. Sebagian besar makhluk dapat membuat vitamin C sendiri, tetapi manusia tidak punya kemampuan.

"Kita kehilangan kemampuan untuk membuat vitamin C di tubuh sendiri karena kita selalu memakannya. Kita terlalu banyak memakan buah sehingga kita tidak perlu membuatnya (vitamin C) sendiri," kata Paul Breslin, seorang profesor di Departemen Ilmu Gizi di Rutgers University di New Jersey.

Buah-buahan seperti apel dan jeruk, rasa manis dan asam menciptakan keseimbangan yang mencerminkan diet leluhur dan mendorong kita melanjutkan "tradisi" untuk mengonsumsi vitamin C. Dari sisi cita rasa, asam dapat mengindikasikan fermentasi, yang telah ada selama perjalanan evolusi manusia.

Yang kerap menjadi pertanyaan jika makanan asam enak dan enak untuk dikonsumsi, mengapa sebutir lemon membuat manusia mengerut?

"Kerutan di wajah itu adalah semacam respons penolakan, atau respons pensinyalan bagi diri kita sendiri dan orang lain," ungkap Breslin.

Para ilmuwan dapat berspekulasi tentang sinyal itu, tetapi mereka tidak bisa menerangkan secara pasti. "Sebagian besar buah-buahan yang kita makan tidak super asam," katanya.

486

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR