Jakarta, Gatra.com - Hajatan Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang mewadahi pertemuan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia sudah selesai digelar di Osaka, Jepang, penghujung Juni lalu (29/6). Namun momen kuat yang terekam pada saat konferensi tersebut kerap menjadi perbincangan. Banyak kalangan menilai terdapat banyak kemajuan pembicaraan dari KTT G20. Salahsatunya adalah pengaruh pertemuan terhadap hubungan Amerika-Cina yang sempat panas-dingin pasca perang dagang.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Jenderal Achmad Yani, Yohanes Sulaiman menyebutkan bahwa dalam KTT G20 terdapat diplomasi belakang layar yang dilakukan oleh beberapa kepala negara. Menurut Yohanes pertemuan pinggir itu justru punya makna esensial karena kepala negara dapat melakukan negosiasi dan lobi-lobi terhadap negara lain. Secara butir kesepakatan ia menyebut tidak ada yang istimewa dari pertemuan tersebut.
“Biasa saja (komitmen G20). Saya belum pernah melihat sebuah pertemuan internasional berakhir dengan komitmen untuk berperang. Jadi ini bukan sesuatu yang aneh. Yang lebih penting adalah apa yang terjadi di sekeliling pertemuan ini seperti pertemuan Trump dengan Xi Jinping atau dengan Putin, atau bagaimana Jokowi bisa melobi negara-negara lain,” ujar Yohanes ketika dihubungi GATRA.com.
Ia menangkap dalam pertemuan KTT G20 pemimpin negara yang sebelumnya dianggap berseberangan dapat berbincang satu meja tanpa adanya kesan formalitas dan beban diplomasi. “Pertemuan pinggir seperti ini yang sebetulnya jauh lebih menarik daripada acara utamanya sendiri. Misalnya breakthrough yang menyebabkan Indonesia melakukan normalisasi hubungan diplomasi dengan Cina juga terjadi seperti ini, lewat pertemuan pinggir,” katanya.
KTT G20 menurutnya memberikan “karpet” kepada Amerika-Cina untuk mengademkan situasi perang dagang yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. Meski demikian Yohanes menyebutkan pertemuan KTT G-20 belum mampu memberikan dampak berarti terhadap penyelesaian konflik perang dagang Amerika-Cina, namun setidaknya pertemuan personal Trump-Xi Jinping menjadi pintu pembuka untuk negosiasi lebih lanjut.
“KTT nya sih tidak. Yang bisa (berdampak) adalah pemberian kesempatan bagi pertemuan (personal) antara Trump dan Xi. Biasanya mereka tak mungkin bisa ketemu karena yang mengusulkan ketemu akan mengesankan bahwa mereka yg pertama lempar handuk. KTT ini memberikan kesempatan secara waktu dan memberi ruang netral,” terang peneliti di Institute for Defense and Strategic Research (IDSR) tersebut.
Sebelumnya dalam pertemuan KTT G20 tersebut Presiden Jokowi sempat melangsungkan pembicaraan yang sangat bersahabat dengan beberapa kepala negara di dunia. Jokowi terlihat berbincang dengan Raja Salman dari Arab Saudi, PM India Narendra Modi, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Bahkan yang tak kalah menyedot perhatian adalah perbincangan Jokowi dengan putri Presiden AS, Ivanka Trump di sesi leader’ side event tentang pemberdayaan perempuan. Jokowi terlihat berkelakar dengan Ivanka di sela-sela pertemuan.