Jakarta, Gatra.com - Jaksa Penuntut Umum KPK menduga ada penggelembungan anggaran dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Namun Menpora, Imam Nahrawi mengaku tidak tahu menahu soal penggelembungan anggaran tersebut. Hal tersebut disampaikan Imam saat menjadi saksi dalam sidang suap dana hibah KONI atas terdakwa Mulyana, Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis lalu (4/7).
"Saya tidak tau, Iya baru tahu terkait [dana hibah] dibacakan tadi, baru dari Pak Jaksa," ucapnya.
Jaksa membeberkan dalam Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2018 tentang petunjuk teknis di Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora, halaman 10 poin D disebutkan besaran fasilitas atau besaran bantuan yang diberikan ke KONI, KOI, dan induk cabang olahraga dibatasi hanya Rp7 miliar dalam satu paket kegiatan.
Kejanggalan ditemukan pada dana hibah untuk KONI untuk dua proposal besaran dana yang digelontorkan mencapai Rp47 miliar.
"Pak Mulyana mengungkapkan ini hanya 7 miliar tapi faktanya 2 paket jumlahnya 47 miliar, ada apa Pak Menteri penggelembungannya begitu tinggi?," tanya Jaksa.
"Saya emang enggak tahu tentang anggaran ini sampai cair sampai kemudian terjadi OTT," dalih Nahrawi.
Untuk diketahui, Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana dalam perkara tersebut didakwa menerima uang dan barang bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto. Uang pelicin untuk pencairan dua proposal bantuan dana hibah tersebut diberikan oleh Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy, dimana keduanya telah menjadi terpidana untuk kasus tersebut.
Jaksa mengatakan Ending bersama-sama Johnny terbukti menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta.
Ending dan Johny didakwa memberikan suap berupa satu (1 ) unit Toyota Fortuner hitam, uang Rp300 juta dan sebuah kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp100 juta kepada Mulyana. Termasuk sebuah ponsel bermerek Samsung Galaxy Note 9.
Selain itu, Ending juga memberikan uang Rp215 juta kepada Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.
Atas perbuatannya Mulyana selaku penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.