Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Utama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Imran Bulkin, mengatakan bahwa pemindahan ibukota harus memerhatikan lokasi tersebut aman dari faktor bencana alam.
Selain itu, kata Imran, fokus pada ketersediaan kebutuhan vital berupa air bersih di wilayah baru, yang rencananya akan menjadi ibukota negara.
Imran menyebut bahwa ketersediaan air bersih di Pulau Jawa saat ini sudah semakin kritis.
"Khususnya Jakarta, Jateng dan Jatim itu sudah sangat kritis ketersediaan airnya," kata Imran saat ditemui di Menara Batavia, Jakarta, Kamis (4/7).
Selain itu, Imran juga mempertimbangkan ketersediaan lahan yang cukup di lokasi pemindahan ibukota yang baru nantinya. Sebab, dibutuhkan pembangunan terkait lembaga pemerintahan demi menyokong aktivitas negara.
"Paling tidak tersedia lahan luas, dan ini dicari lahan yang milik negara, jadi tidak keluar biaya pembebasan lahannya. Lahan tersebut juga harus bebas bencana, gempa, banjir, gunung api, longsor, lahan gambut, dan terhindar dari rawan bencana lainnya," jelas Imran.
Imran menambahkan bahwa saat ini penduduk Indonesia terkonsentrasi di Jakarta dan Bandung, sehingga penyebaran penduduk tidak merata.
"Distribusi dari 10 kota besar di Indonesia. Tangsel, Tangerang, Depok, Bekasi, Jakarta. 5 kota ini berada di Jabodetabek. Berdasarkan proyeksi tahun 2045 mendatang, 67% penduduk akan berada di Jakarta-Bandung," ungkapnya.
Berdasarkan proyeksi tersebut, menurutnya pemindahan ibukota baru nantinya harus berada di tengah Indonesia. Pulau Kalimantan merupakan salah satu wilayah yang paling tepat untuk dijadikan ibukota baru Indonesia.
"Di Jakarta ketersediaan lahan tidak memungkinkan lagi. Dari sisi efisiensi juga tidak mungkin lagi kita tetap bertahan di Jakarta. Kita butuh ibukota baru," katanya.