Washington D.C, Gatra.com - Gelombang panas luar biasa telah menewaskan lebih dari 100 orang di India. Suhu di India diprediksi bakal lebih panas pada musim panas selanjutnya sehingga sebagian besar wilayah negara ini berpotensi menjadi terlalu panas untuk dapat dihuni.
Para ahli di Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengatakan, jika pun dunia berhasil memotong emisi karbon, membatasi prediksi kenaikan suhu global secara rata-rata, sebagian wilayah India akan tetap menjadi sangat panas sehingga dapat menguji batas kemampuan bertahan hidup manusia.
"Masa depan gelombang panas di India tampak lebih buruk bahkan dengan mitigasi perubahan iklim yang signifikan, dan jauh lebih buruk jika tanpa ada upaya mitigasi," kata seorang profesor hidrologi dan iklim di MIT, Elfatih Eltahir dikutip dari CNN, Kamis (4/7).
Pada bulan Juni 2019, suhu di Delhi mencapai 48 derajat Celcius (118 Fahrenheit), itu suhu tertinggi yang pernah tercatat pada tiap bulan Juni. Di sebelah barat New Delhi, Kota Churu di wilayah Rajasthan, bahkan mencapai suhu yang lebih tinggi, dengan panas hingga 50,6 Celcius (123 Fahrenheit).
Negara bagian termiskin di India, Bihar, menutup semua sekolah, perguruan tinggi, dan pusat pelatihan selama lima hari setelah gelombang panas yang menewaskan lebih dari 100 orang. Penutupan itu disertai dengan peringatan untuk tetap tinggal di dalam rumah selama gelombang panas melanda, sebuah perintah yang tidak realistis bagi jutaan orang yang perlu bekerja di luar rumah untuk mendapatkan uang.
Pada tahun lalu, ada 484 gelombang panas yang melanda seluruh bagian India, atau naik dari jumlah tahun 2010 yang hanya terjadi 21 kali. Selama periode itu, lebih dari 5.000 orang meninggal. Angka tahun ini menunjukkan adanya sedikit jeda di antara gelombang panas.