Brussels, Gatra.com- Aktivis hak privasi asal Austria, Max Schrems akan menuntut Facebook di pengadilan Eropa. Tuntutan tersebut mengenai kasus data privasi pengguna Eropa yang disalahgunakan oleh banyak perusahaan.
Permasalahan tersebut mengenai klausul kontrak yang digunakan Facebook dan perusahaan lain untuk mentransfer data pribadi ke Amerika Serikat (AS) dan negara bagian lainnya. Hal ini merupakan pelanggaran hak fundamental orang Eropa terkait data privasi.
Transfer data lintas batas bernilai miliaran dolar adalah fakta kehidupan untuk dunia bisnis. Mulai dari bank, produsen mobil hingga industri besar lainnya.
Melansir dari Reuters, Schrems, seorang mahasiswa hukum Austria, berhasil melawan aturan privasi Uni Eropa (UE) sebelumnya yang disebut Safe Harbor pada tahun 2015. Sekarang, ia akan menantang Facebook menggunakan klausa standar dengan alasan bahwa Facebook tidak menawarkan perlindungan terhadap data privasi yang memadai.
Regulator utama Facebook, Badan Perlindungan Data Irlandia, membawa kasus ini ke Pengadilan Tinggi di Irlandia. Kemudian berlanjut ke Pengadilan Keadilan Uni Eropa (ECJ) yang berbasis di Luksemburg.
Kepala perlindungan data global di firma hukum Linklaters, Tanguy Van Overstraeten, mengatakan putusan pengadilan akan memiliki dampak secara global.
"Seluruh sistem transfer data akan terkena imbasnya dan akan berdampak pada ekonomi global," jelasnya.
"Ada alternatif untuk klausa standar, termasuk derogasi yang ditetapkan dalam GDPR seperti persetujuan, keperluan kontrak dan lainnya, tetapi akan sulit untuk diterapkan dalam praktiknya," tambahnya.
Van Overstraeten mengatakan ratusan ribu perusahaan akan terkena imbasnya. Hal ini terjadi jika ECJ memutuskan klausul tersebut, yang bila dibandingkan dengan kasus terdahulu, sekitar 4.500 perusahaan terkena imbas akibat Safe Harbor dihancurkan.
Safe Harbor digantikan pada tahun 2016 oleh EU-AS. Penggantinya, Privacy Shield dirancang untuk melindungi data pribadi orang Eropa yang ditransfer melintasi Atlantik untuk penggunaan komersial.
Privasi data telah menjadi perhatian utama sejak pengungkapan pada 2013 oleh mantan intelijen AS, Edward Snowden. Kasus tersebut memicu kemarahan para politisi di Eropa. UE mengadopsi undang-undang perlindungan data GDPR tahun lalu.
Kasus Max ini tercatat di pengadilan dengan surat C-311/18 Komisaris Perlindungan Data V Facebook Ireland Ltd, Maximillian Sc.