Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hari ini KPK memanggil sejumlah mantan pejabat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dua saksi yang diagendakan akan diperiksa hari ini adalah mantan Deputi Bidang Sistem, Prosedur, dan Kepatuhan BPPN, Jusak Kazan. Kemudian satu lagi,Stephanus Eka Dasawarsa Sutantio yang sempat menjabat sebagai Plt Deputi Bidang Asset Management Investment (AMI) BPPN.
"Para saksi akan diperiksa untuk tersangka SJN (Sjamsul Nursalim)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (4/7).
Baca Juga: KPK Panggil Mantan Direktur BII dalam Kasus BLBI
Dalam kasus ini Sjamsul dan istrinya Itjih Nursalim ditetapkan sebagai tersangka karena telah melakukan misrepresentasi. Keduanya pernah dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka pada Jumat lalu (28/6). Namun keduanya mangkir tanpa alasan dari panggilan tersebut.
Kasus ini merupakan pengembangan perkara dari fakta persidangan terhadap Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. Sudah dibuktikan bahwa Sjamsul Nursalim selaku pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) telah melakukan misrepresentasi. Dimana, Sjamsul memasukan piutang petani tambak Rp4,8 Triliun, sedangkan utang para petani tambak tersebut ternyata piutang macet.
Financial Due Diligence (FDD) yang menemukan utang petambak tersebut dalam keadaan macet. Kemudian BPPN menyurati Sjamsul untuk menambah jaminan aset sebesar Rp4,8 Triliun. Namun Sjamsul menolak dengan alasan kredit petambak termasuk kredit usaha kecil (KUK). Karena itu hakim menilai penolakan itu justru bertentangan dengan Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA).
Baca Juga: Eks Menko Dorojatun Mangkir Dari Panggilan KPK
Namun, pada April 2004, malah terjadi penandatangan Akta Perjanjian Penyelesaian oleh Syafruddin dengan istri Sjamsul, Itjih Nursalim. Dengan kata lain menyatakan pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur di MSAA. Lalu diterbitkanlah Surat Keterangan Lunas SKL-22 untuk Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatan tersebut, SJN dan ITN disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.