Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir dalam acara penandatanganan nota kesepemahaman perjanjian kerja sama tentang penguatan dan pemanfaatan basis data pemilik manfaat (beneficial ownership) yang digagas oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM), Rabu (3/7).
Wakil Pimpinan KPK, Laode M. Syarif selaku perwakilan KPK, mengapresiasi gagasan KemenkumHAM tersebut. Menurutnya, aturan tentang kepemilikan manfaat atau beneficial ownership sangat penting.
"Tidak hanya akuntabilitas dan transparansi perusahaan-perusahaan di Indonesia, tapi pada saat yang sama juga kita menunjukkan ke dunia bahwa Indonesia bersungguh-sungguh dan berusaha secara keras agar tata kelola keuangan perusahaan di Indonesia berjalan dengan sangat baik," ujarnya di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Rabu (3/7).
Ia menambahkan, sudah sepantasnya Indonesia berbangga karena memiliki peraturan yang lumayan lengkap tentang beneficial ownership dibanding negara-negara lain. Menurutnya, selain Inggris dan Indonesia, peraturan benefecial ownership di negara lain masih sebatas wacana.
"Oleh karena itu pada setiap pertemuan di G20, APEC, maupun lembaga penegak hukum, Indonesia itu kita selalu diminta menjelaskan hal ini. Bahkan kemarin, dua minggu lalu saya dari Oslo mereka lagi membicarakan beneficial ownership ini," jelas Laode.
Ia menambahkan, MoU ini akan membantu mengetahui siapa sebenarnya penanam modal dalam suatu usaha. Pasalnya, saat ini banyak perusahaan berdiri tanpa mencantumkan nama penanam modal dalam usahanya.
"Mengapa penting kalau kita baca laporan bank dunia 2015 yang judulnya Indonesia Rising Divide, dia bilang 1% kekayaan di Indonesia itu mengontrol 50,3% perekonomian di Indonesia. Tapi siapa yang 1% itu? Hanya Tuhan yang tahu. Karena apa? Nama-nama mereka tidak terlalu kelihatan di AHU, tidak terlalu kelihatan di setiap pemberian izin. Karena memang mereka mengontrolnya dengan cara yang lain," katanya.
Sebab itu, lanjutnya, beberapa lembaga seperti KPK, PPATK, Kantor Staf Kepresidenan, Bapennas, Kementerian Keuangan, dan khususnya Kemenkumham amat mendorong Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13/2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Koorporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pendanaan terorisme.
"Sekarang kita sudah memiliki Perpres dan bahkan telah dimasukkan dalam salah satu poin yang harus dicapai dalam Stategi Nasional (Stranas) pemberantasan korupsi yang digawangi Bapenas, teman-teman dari Kemendagri, KSP, KPK. Kami juga butuh sekali dukungan dari ibu Menteri Keuangan karena tanpa dukungan Ibu, agak susah kita push ke depan," tutup Laode.