Jakarta, Gatra.com - Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagian pembangkitnya masih menggunakan bahan bakar batu bara hingga saat ini. Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman Hutajulu mengaku pihaknya sedang berupaya mengurangi pemakaian bahan bakar fosil tersebut.
Pemerintah, kata Jisman, memiliki pertimbangan dua sisi untuk pengurangan penggunaan batu bara, terlebih saat negara lain telah mengalihkan ke energi terbarukan atau bahan bakar ramah lingkungan.
Sisi pertama, pengurangan batu bara harus dilakukan mengingat dampak yang diberikan merusak lingkungan.
"Kebijakan kita nanti adalah clean batu bara. Kita sudah kedatangan PLTU yang baru di Cilacap, segera akan di-COD kalau enggak salah September, itu gunakan clean technology," kata Jisman dalam konferensi pers di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan, Mampang Prapatan, Jakarta, Selasa (2/7).
Kedua, pertimbangan lain mengapa masih menggunakan batu bara karena biaya pemakaiannya tergolong murah. Pemerintah, kata Jisman, masih menginginkan harga listrik terjangkau oleh masyarakat.
"Jadi harga (pembangkit) yang masih memungkinkan (terjangkau) itu batu bara," ujarnya.
Jisman menjelaskan, konsumsi batu bara hingga saat ini sudah mencapai 60%. Pemerintah berupaya menyiapkan energi alternatif sebagai solusi pengurangan bahan bakar tersebut.
"Penggunaan batu bara sudah mencapai 60%, kita berupaya untuk mengurangi. Untuk 2025 batu bara itu (proyeksinya) 54,6%, gas kita naikkan menjadi 22%, EBT (Energi Baru Terbarukan) menjadi 23% dan BBM kita kurangi sampai 0,4%," papar Jisman.
Jisman melanjutkan, EBT bisa menjadi kunci utama pengurangan batu bara. "Nah EBT ini kita pompa, dan dorong terus, 10 tahun ke depan kita harus masukkan EBT sekitar 16,7 Gigawatt dari beberapa jenis pembangkit," jelasnya.