Home Ekonomi Sengketa Lahan UNTAG, Humphrey: Jaksa Gagal Buktikan Dakwaan

Sengketa Lahan UNTAG, Humphrey: Jaksa Gagal Buktikan Dakwaan

Jakarta, Gatra.com - Kasus sengketa lahan Yayasan Universitas 17 Agutus 1945 (UNTAG) yang melibatkan pengusaha Tedja Widjaja, Direktur Utama PT Graha Mahardika (GM), dengan Yayasan UNTAG di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, telah memasuki agenda pembacaan duplik. Penasehat Hukum Tedja memohon kepada majelis hakim agar menyatakan kliennya tidak bersalah sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa atas dugaan penipuan dan penggelapan. 

Ketua Tim Penasehat Hukum Tedja, Humphrey Djemat mengatakan, dari rangkaian persidangan selama ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah gagal membuktikan dakwaannya terhadap Tedja. Menurutnya, tidak ada fakta maupun bukti kuat yang dapat menjerat kliennya tersebut. 

Humphrey menyatakan bahwa terdakwa telah memenuhi seluruh kewajibannya sebagaimana Akta Perjanjian Kerjasama No. 58 Tanggal 28 Oktober 2009 dengan menunjukkan bukti-bukti yang diajukan di muka persidangan. Dia menduga ada kepentingan lain dibalik kasus kliennya tersebut.

"Ini adalah salah satu contoh bentuk kasus yang merupakan sebuah kriminalisasi. Sudah dimulai sejak di kepolisian dan berlanjut di kejaksaan. Ini adalah kasus yang tidak wajar," ujarnya di kantor Pengacara Gani Djemat & Partners, Jalan Proklamasi, Jakarta, Selasa (2/7). 

Lebih lanjut, Tim Penasehat Hukum Tedja menilai JPU dalam repliknya yang menyatakan tindakan Tedja Widjaja menjadikan saksi, Rudyono Darsono sebagai Direktur Operasional dalam PT Graha Mahardikka sebagai suatu iming-iming bujuk rayu dinilai sangat tidak berdasar. 

"Faktanya, dalam pelaksanaan Akta Perjanjian No. 58, Tanggal 28 Oktober 2009, Rudyono bertindak baik selaku penjual dan pembeli, di satu sisi mewakili Yayasan UNTAG namun di sisi Iain juga menjabat sebagai Direktur Operasional di PT Graha Mahardikka selaku pembeli," kata Humphrey.

Dia menambahkan, kontraktor yang ditunjuk oleh PT Graha Mahardikka untuk membangun ruko The Domaine, yaitu PT Bricel Mentari Bersama merupakan perusahaan milik dari lstri Rudyono, Sujanti Lukman. 

"Jadi sangat jelas RD memang memiliki niat untuk menguasai dan dapat melakukan kontrol penuh terhadap peiaksanaan Akta Perjanjian Kerjasama No. 58," tuturnya. 

Fakta lain terkait pembangunan Gedung 8 lantai di Sunter, Tedja telah menyelesaikan pembangunan yang kini teIah digunakan sebagai tempat belajar Yayasan UNTAG. Dia juga mengungkapkan bahwa kliennya mempunyai bukti-bukti pembayaran pembangunan gedung senilai lebih dari Rp31 miliar, yang nilai tersebut telah melebihi dari nilai yang disepakati, yaitu Rp24 miliar. 

"Maka dalil JPU sangat tidak relevan, karena mengatakan Tedja Widjaja meninggalkan proses pembangunan tanpa berkomunikasi dengan pihak Yayasan UNTAG dan tidak pernah ada serah terima resmi Gedung," ucap Humphrey. 

Sengketa hukum lahan UNTAG bermula dari transaksi jual-beli antara Yayasan UNTAG yang diwakili Rudyono Darsono dengan Tedja Widjaja selaku Direktur PT Graha Mahardika (GM) atas lahan milik Yayasan UNTAG seluas 3,2 hektare dengan nilai transaksi Rp65,6 miliar pada 2009 lalu.

Dalam transaksi tersebut disepakati empat bentuk pembayaran yang tertuang dalam Akta Perjanjian Kerjasama No.58 Tangal 28 Oktober 2009, yang seluruhnya sudah dilunasi oleh PT GM dengan bukti pembayaran yang lengkap. 

Pada Juni 2017, Yayasan UNTAG melaporkan dugaan tindak pidana oleh Tedja yang ditindaklanjuti oleh polisi dengan melakukan penyidikan. Pada perjalanannya, polisi menyatakan berkas perkara tersebut Iengkap dan melimpahkannya ke kejaksaan yang berlanjut ke penuntutan hingga akhirnya naik ke persidangan di PN Jakarta Utara sejak awal Oktober 2018 dengan Nomor Perkara 1087/PlD.B/2018/PN.JKT.UTR.

1043