Jakarta, Gatra.com - Peneliti Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Siti Aminah mengatakan, terdapat masalah dalam cara melakukan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurutnya, tidak ada kebijakan sementara untuk melanjutkan RKUHP yang tertunda karena terbatasnya masa jabatan DPR 2014-2019.
"Misalnya [RKUHP] ditunda, tidak jadi disahkan. Nanti Oktober ini kan ganti [anggota] DPR. RKUHP belum tentu masuk Prolegnas [Program Legilasi Nasional -red] lagi kan? Itu harus diajukan dari nol lagi kan? Kemudian dibahas lagi dari buku satu kan?" Ujarnya di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Selasa (2/7).
Ia menyebutkan, hal ini menjadi persoalan yang kerap terjadi ketika membahas peraturan perundang-undangan. Menurutnya, seharusnya pembahasan dilakukan dalam dua periode jabatan (lima tahun -red).
"RKUHP ini kan sangat berat, pasalnya itu kan ribuan, dengan masa kerja Panja (Panitia Kerja -red) yang dipotong ini itu," jelas Aminah.
Oleh karena itu, lanjutnya, perlu ada suatu kebijakan atau peraturan, RUU yang sudah dibahas sebelumnya di dalam Prolegnas tidak perlu dibahas dari awal kembali.
"Misalnya untuk RKUHP, kalau yang buku satu ini sudah oke, ibaratnya semua orang sudah bisa menerima dan memahami, ya buku satu saja dulu yang disahkan. Buku dua ini kan sangat berat, ibaratnya semua aspek kehidupan kita ini diatur di dalam buku dua," jelasnya.