Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan pelarangan bepergian ke luar negeri kepada Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, Djoko Saputro. Selain Djoko, pencekalan juga diberlakukan kepada seorang psikolog bernama Andririni Yaktiningsasi.
Keduanya merupakan tersangka kasus korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II TA 2017. "KPK telah melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap 2 orang dalam kasus TPK pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II TA 2017," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (2/7).
Baca juga: KPK Tetapkan Dirut PJT II Tersangka Korupsi
Febri mengatakan bahwa surat pencekalan sudah dilayangkan kepada pihak keimigrasian tertanggal 1 Juli 2019 kemarin.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Dirut PJT II, Djoko Saputro sebagai tersangka karena diduga dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menggunakan kewenangan atas jabatannya sehingga merugikan keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa tersebut.
Selain itu, KPK juga mentersangkakan Andririni Yaktiningsasi dari pihak swasta.
Korupsi ini berawal ketika Djoko diangkat menjadi Dirut Perum Jasa Tirta II, dimana ia diduga memerintahkan merelokasi anggaran. Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan strategi korporat yang awalnya Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.
Adapun dana sebesar Rp9,55 miliar itu untuk dua kegiatan yakni perencanaan strategi korporat dan proses bisnis senilai Rp3.820.000.000 serta perencanaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp5.730.000.000.
Perubahan tersebut diduga tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku. Setelah diaudit, Djoko diduga memerintahkan pelaksanaan kedua kegiatan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (PT BMEC) dan PT 2001 Pangripta.
Adapun realisasi pembayaran untuk kedua proyek tersebut per 31 Desember 2017 sejumlah Rp5.564.413.800. Rinciannya, pekerjaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan perusahaan sebesar Rp3.360.258.000 dan perencanaan strategis korporat dan proses bisnis Rp2.204.155.800.
"Diduga nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang," katanya.
Lelang pengadaan pekerjaan ini pun diduga direkayasa dan formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara back date. Akibatnya negara mengalami kerugian keuangan setidak-tidaknya Rp3,6 miliar.
"Kerugian setidak-tidaknya Rp3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima AY [Andririni Yaktiningsasi] dari dua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66% dari pembayaran yang telah diterima," katanya.
KPK menyangka Djoko Saputro dan Andririni Yaktiningsasi melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.