Jakarta, Gatra.com - Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita batal menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini karena masih berada di luar negeri, Selasa (2/7).
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. Ia mengatakan bahwa pihak KPK sudah menerima surat dari Enggar terkait ketidakhadiran tersebut. Lebih lanjut kata Febri dalam surat itu, pihak Mendag meminta untuk dilakukan penjadwalan ulang.
"Yang bersangkutan sedang berada di luar negeri sehingga meminta penjadwalan ulang," ujar Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (2/7).
Baca Juga: KPK Panggil Mendag Enggartiasto Terkait Gratifikasi Bowo Sidik
Menindaklanjuti hal itu, Komisi Antirasuah akan menjadwalkan ulang pemeriksaan Enggar pada Senin, 8 Juli 2019 mendatang. Karena sudah mangkir kali ini, Febri berharap pada pemeriksaan selanjutnya, Enggar dapat memenuhi panggilan tersebut.
"KPK berharap pada waktu tersebut, saksi datang memenuhi panggilan penyidik dan menjelaskan secara terbuka informasi terkait perkara ini," imbuhnya.
Dalam kasus ini KPK juga mengendus ada penerimaan gratifikasi lain oleh Anggota Komisi VI DPR RI, Bowo Sidik. Nama Mendag Enggartiasto juga ikut terseret. Bahkan kantor dan rumah Enggar sudah pernah digeledah oleh tim penyidik KPK, Selasa (30/4).
Baca Juga: KPK Periksa Adik Nazaruddin Telusuri Dana Gratifikasi Bowo
Kabarnya salah satu sumber dana gratifikasi yang diterima oleh tersangka Bowo berasal dari Enggar. Disinyalir ada hubungannya dengan penyusunan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait Perdagangan Gula Kristal Rafinasi (GKR).
"Kami juga mengamankan sejumlah dokumen terkait peraturan gula rafinasi nah itu menjadi poin perhatian KPK selain sejauh mana saksi mengetahui dengan dugaan gratifikasi terhadap BSP," ungkap Febri.
Sementara perkara utamanya, KPK menduga Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti (AWI). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
Baca Juga: Soal Kasus Bowo KPK Panggil Adik Nazaruddin
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK. Dalam hal agar kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Disepakati Bowo meminta US$2 per metrik ton.
Dalam penjelasan KPK, uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar. Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar inilah yang diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan-penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
Indikasinya ada empat sumber penerimaan Bowo Sidik soal uang Rp6,5 Miliar ini. Pertama, dugaan pengaturan tentang Permendag Gula Kristal Rafinasi. Lalu kedua, terkait dengan penganggaran, khususnya DAK. Ketiga, terkait posisi seseorang di salah satu BUMN. Dan keempat, terkait revitalisasi pasar di Minahasa Selatan.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.