Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai serius tangani kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Hari ini penyidik antirasuah memanggil eks Menko Perekonomian Dorojatun Kuntjoro Jakti. Menteri zaman Megawati tersebut diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJN (Sjamsul Nursalim)," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/7).
Selain Dorojatun, penyidik juga memanggil sejumlah saksi lainnya yakni Dirut PT Berau Coal Tbk Raden C Eko Santoso Budianto, pengacara pada AZP Legal Consultants, Ary Zulfikar dan Senior Advisor Nusa Kapital, M Syahrial.
Sjamsul dan Itjih sendiri sudah dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka pada Jumat lalu (28/6). Namun keduanya mangkir tanpa alasan.
Kasus ini merupakan pengembangan perkara dari fakta persidangan terhadap Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, sudah dibuktikan bahwa Sjamsul Nursalim selaku pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) telah melakukan misrepresentasi.
Dimana, Sjamsul memasukan piutang petani tambak Rp4,8 Triliun, sedangkan utang para petani tambak tersebut ternyata piutang macet.
Financial Due Diligence (FDD) yang menemukan utang petambak tersebut dalam keadaan macet, kemudian BPPN kemudian menyurati Sjamsul untuk menambah jaminan aset sebesar Rp4,8 Triliun. Namun Sjamsul menolak dengan alasan kredit petambak termasuk kredit usaha kecil (KUK). Karena itu hakim menilai penolakan itu justru bertentangan dengan Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA).
Namun, pada April 2004, malah terjadi penandatangan Akta Perjanjian Penyelesaian oleh Syafruddin dengan istri Sjamsul, Itjih Nursalim. Dengan kata lain menyatakan pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur di MSAA. Lalu diterbitkanlah Surat Keterangan Lunas SKL-22 untuk Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatan tersebut, SJN dan ITN disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.